Uji Materi UU TPPU, KPK-PPATK Berikan Keterangan di MK

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar melayangkan gugatan UU TPPU ke Mahkam‎ah Konstitusi (MK).

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 09 Okt 2014, 15:09 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2014, 15:09 WIB
KPK

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta ahli/saksi pemohon pada lanjutan sidang uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Uji materi ini diajukan mantan Ketua MK Akil Mochtar. Akil yang divonis seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus dugaan suap sejumlah sengketa pemilukada di MK dan dugaan TPPU itu merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 Ayat 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Ayat 1 UU TPPU.

Pada persidangan sebelumnya, kuasa hukum pemohon Adardam Achyar memaparkan alasan kerugian konstitusional yang dialami pemohon seperti frasa 'atau patut diduga' dalam Pasal 2 ayat 2.

Kata dia, frasa itu sangat sulit ditemukan indikatornya secara pasti dan tidak mencerminkan keadilan secara proporsional serta menimbulkan ketidakpastian hukum. Frasa 'patut diduganya' dalam Pasal 3, 4, dan 5 ayat 1 juga dinilai merugikan karena dengan terpenuhinya unsur 'patut diduganya', tidak diperlukan lagi proses pembuktian.

Kuasa hukum Akil, Adardam Achyar menjelaskan, TPPU merupakan tindak pidana yang muncul karena tidak pidana asal. Namun, dengan adanya ketentuan pasal itu, KPK tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan tindak pidana. Selain itu, kata dia, penuntut umum dalam hal ini KPK tidak memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan TPPU.

Pemohon meminta MK mengabulkan permohonan menyetujui perubahan frasa dalam setiap pasal yang merugikan pemohon. Pemohon meminta untuk menghilangkan frasa 'atau patut diduga' dalam Pasal 3. Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 77, 78, dan 95 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pada persidangan lalu, Senin 22 September 2014, DPR yang diwakili anggota Komisi III Harry Witjaksono membantah dalil pemohon yang menyatakan frasa 'patut diduga' dalam UU TPPU sulit diukur dan tidak memiliki kepastian hukum.

Sementara itu, Pemerintah yang diwakili, Mualimin Abdi mengatakan dengan adanya praktik pencucian uang maka sumber daya dan dana banyak untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat. (Mut)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya