Liputan6.com, Jakarta - Bupati Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Raja Bonaran Situmeang mengirim surat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Bonaran merasa KPK telah melanggar HAM terkait kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Tapanuli Tengah 2013 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum Bonaran, Charles Hutagalung mengatakan, KPK telah melanggar HAM kliennya. Terutama saat kliennya selesai diperiksa penyidik KPK beberapa waktu lalu. Saat itu, penyidik menjanjikan akan memberi pakaian dan 1 set obat.
"Ternyata hingga saat ini klien kami belum menerima satu pun obat. Padahal obat itu merupakan obat yang diminum sehari-hari. Klien kami sangat tergantung obat itu," ujar Charles di Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Charles turut prihatin atas sikap penyidik KPK itu. Dia berharap, kliennya tidak 'dibunuh' oleh KPK lantaran tidak diberikan obat yang dimaksud.
"Saya juga turut prihatin apakah ada unsur kesengajaan atau tidak. Saya harapkan tidak dari oknum pimpinan KPK untuk membunuh klien saya," ujar Charles.
Charles mengatakan, surat yang telah dikirim pada Jumat siang tadi diterima oleh pihak Komnas HAM. "Diterima oleh bagian pengaduan sebagai tindak lanjut dari audensi yang telah kami lakukan beberapa hari yang lalu," ujar Charles.
Lebih jauh Charles mengatakan, Komnas HAM akan menindaklanjuti surat dari Bonaran itu. Yakni dengan meneruskan ke DPR.
"Dan mereka (Komnas HAM) akan mengadakan pertemuan dan bertanya kepada KPK kenapa hal ini terjadi. Tapi belum ada kepastian kapan pertemuan itu. Tadi dibilang akan dilakukan segera," kata Bonaran.
Adapun berikut isi surat Bonaran yang ditulis dari Rutan Guntur cabang KPK ke Komnas HAM itu.
Rutan Guntur, 9 Oktober 2014
Kepada Yth
Ketua DPR RI, Ketua Komnas HAM RI
Perihal : Jangan Bunuh Saya
Perkenankan saya, Raja Bonaran Situmeang, Bupati Tapteng, saat ini ditetapkan sebagai tersangka sehubungan dengan sangkaan melakukan penyuapan terhadap Hakim MK Akil Mochtar pada saat proses Pilkada Tapteng disidangkan di MK (Padahal perbuatan tersebut tidak pernah saya lakukan).
Terhitung sejak Senin 6 Oktober 14 terhadap diri saya dilakukan penahanan badan yang ditempatkan di Rutan Guntur. Ketika saya dibawa petugas KPK ke Rutan saya pesankan: jika obat saya diantar keluarga pada hari Selasa, 7 Oktober 2014 supaya segara diantar ke Rutan, karena saya sangat tergantung obat tersebut (obat pengencer darah).
Pada hari selasa 7 Oktober 2014 sekitar pukul 17.00 WIB saya menerima pakaian dan dalam berita acara tertulis 1 (satu) set obat. Ternyata setelah saya periksa di kamar sel, obat tersebut tidak ada. Maka saya beritahukan kepada petugas, dan petugas berjanji akan melakukan pengecekan. Setelah 10 menit, petugas kembali dan mengatakan obatnya lagi diperiksa dokter, besok akan dikirim lagi (berarti Rabu 8 Oktober 2014).
Hari Rabu 8 Oktober saya tanyakan kepada petugas jaga, perihal kiriman obat saya. Jawabnya belum datang juga. Hari Kamis 9 Oktober 2014 sekitar jam 07.30 WIB saya tanya ke petugas perihal obat saya, janjinya akan dicek ulang. Ternyata hingga pukul 17.00 WIB, obat saya tersebut juga tidak kunjung datang. Padahal obat tersebut, sangat saya butuhkan.
KPK jangan membunuh saya, dengan cara tidak memberikan obat saya. Saya yakin walaupun saya ditetapkan sebagai tersangka tapi saya tetap memiliki hak asasi untuk hidup dan memperoleh obat yang saya butuhkan yang memang milik saya.
Berdasarkan hal tersebut di atas mohon kepada Ketua DPR RI, Ketua Komnas HAM RI melindungi hak-hak hidup saya.
Demikian surat ini saya buat.
Rutan Guntur 9 Oktober 2014.
Hormat saya, Raja Bonaran.
(Ado)