Setara Tolak 3 Figur Ini Jadi Kepala BIN

Hendardi Setara berharap, Presiden Joko Widodo atau Jokowi, tidak memilih salah satu dari ketiganya.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 05 Nov 2014, 18:44 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2014, 18:44 WIB
Ketua Setara Institute Hendardi
Ketua Setara Institute Hendardi menolak 3 nama menjadi Kepala BIN.

Liputan6.com, Jakarta - Setara Institute menolak Fachrul Razi, Sjafrie Sjamsoeddin, dan As'ad Ali sebagai calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Mereka berharap, Presiden Joko Widodo atau Jokowi, tidak memilih salah satu dari ketiganya sebagai kepala BIN.

"Dari 3 calon (Kepala BIN) yang beredar, ketiganya adalah bermasalah. Setara Institute menolak keras ketiga calon yang beredar karena mereka semua adalah orang-orang bermasalah," kata Ketua Setara Institute Hendardi di kantornya, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2014).

Hendardi memiliki alasan kuat kenapa menolak ketiga nama tersebut. Mantan Wakil Panglima ABRI Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi menurutnya merupakan bagian dari masa lalu. Meski tidak terlibat langsung dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, persinggungannya dengan transisi politik dari Soeharto ke Habibie memungkinkan perannya tidak independen.

"Karena dia bagian dari kontestasi para jenderal baik pada masa transisi maupun pada saat ini, di mana banyak para jenderal atau dekat dengan partai politik tertentu," beber dia.

Untuk mantan Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (purnawirawan) Sjafrie Sjamsoeddin, menurut Hendardi adalah salah satu tokoh yang 'selamat' dan berhasil memoles citra dirinya karena terus berada di Kementerian Pertahanan sebagai Sekjen dan kemudian menjadi Wakil Menhan.

"Sesungguhnya Sjafrie adalah salah satu jenderal yang bermasalah karena dugaan keterlibatannya pada berbagai peristiwa politik di masa transisi," ucapnya.

Sedangkan yang ketiga yakni mantan Wakil Kepala BIN As'ad Ali, kata Hendardi, bukanlah orang bersih meski didorong oleh Nahdlatul Ulama (NU). Karena menurutnya, As'ad diduga terlibat baik secara langsung atau tidak langsung pada pembunuhan Munir pada 2004 silam.

"Posisinya sebagai Wakil Kepala BIN yang saat itu dikepalai Hendropriyono, sulit tidak mengetahui dan terlibat dalam perencanaan pembunuhan atas Munir," kata dia.

Presiden Jokowi, kata Hendardi, tidak perlu mempertimbangkan ketiga calon Kepala BIN yang ia sebutkan itu, dan harus mencari calon lain yang lebih independen, bersih dan bebas dari dugaan keterlibatan dalam pelanggaran HAM berat.

"Jika salah satu dari tiga calon itu yang dipilih, politik impunitas akan menjadi pilihan kepala BIN, pendekatan koersif dalam bentuk penangkapan, penculikan, penahanan dan pembunuhan tetap akan menjadi metode kerja BIN," tandas Ketua Setara Institute Hendardi. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya