Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR Mulyadi mengatakan, pihaknya berencana memanggil Menteri Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Hal ini lantaran sang menteri sudah 2 kali tak menghadiri undangan rapat kerja (Raker) bersama DPR.
"Dengan alasan ada kegiatan lain, yang membuat Pak Sudirman Said batal raker bersama DPR. Dalam catatan sekretariat Komisi VII Menteri ESDM, dua kali membatalkan raker dengan DPR yakni pada tanggal 27 November dan 4 Desember 2014," kata Mulyadi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/12/2014).
DPR, imbuh Mulyadi, beranggapan raker itu sangat penting terkait jawaban pemerintah kenaikan harga BBM di saat harga minyak dunia turun. Karena itu pihaknya meminta Menteri ESDM harus bisa menghormati dan bekerja sama dengan lembaga DPR.
"Seharusnya sebagai pembantu Presiden, Menteri ESDM pilar utama memberikan penjelasan kepada DPR. DPR tidak habis pikir sudah dua kali Menteri ESDM mangkir ketika diundang raker," ujar Mulyadi.
Terlebih, politisi Partai Demokrat itu menambahkan, DPR akan memasuki masa reses. Untuk itu, bilamana ke depan Menteri ESDM menolak kembali hadir raker, DPR akan melakukan pemanggilan paksa.
"Sesuai UU No 17 Tahun 2014 Tentang MD3 Pasal 73 ayat 4, bunyinya dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 kali berturut turut tanpa alasan yang sah DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jadi saya minta hormati lembaga DPR, tentunya demi kebaikan rakyat," tegas Mulyadi.
Lebih jauh Mulyadi mengatakan, masyarakat ingin mengetahui apa alasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi di saat harga minyak mentah dunia merosot secara tajam.
"Di sisi lain pertambangan impor minyak dari Angola yang kita menjadi isu hangat. Jangan hanya bisa menjelaskan lebih bagus dan menguntungkan, tapi tidak bisa menjelaskan. Di sinilah peranan Komisi VII sebagai mitra kerja Menteri ESDM untuk mengetahui alasan kenaikan BBM tersebut," beber dia.
Mulyadi menilai penjelasan pemerintah selama ini soal kenaikan BBM dianggap normatif. Untuk itu DPR berkewajiban meminta penjelasan kepada pemerintah.
"Saya anggap alasan selama ini normatif, maka dari itu kita memerlukan penjelasan yang komprehensif dari Menteri ESDM, bahkan menurut perhitungan kami degan harga premium Rp 8.500 seperti saat ini sudah tidak ada subsidi lagi. Masyarakat miskin dan hampir miskin sudah tidak disubsidi lagi dengan harga tersebut, ini salah satu yang mau kita tanya sama Menteri ESDM," beber dia.
Jadi menurutnya, hal yang wajar bilamana ada ketidakpercayaan DPR terhadap pemerintah, sehingga masing-masing anggota menggunakan hal bertanya kepada Presiden, karena kesalahan dari menteri itu sendiri.
"Ngapain juga punya Presiden Jokowi punya menteri sebagai pembantu Presiden hanya menjelaskan kepada DPR tidak berani datang," tandas Mulyadi. (Ali/Mut)
DPR Ancam Panggil Paksa Menteri ESDM Hadiri Raker BBM
Hal ini lantaran menteri ESDM sudah 2 kali tak menghadiri undangan rapat kerja (Raker) bersama DPR.
diperbarui 05 Des 2014, 16:07 WIBDiterbitkan 05 Des 2014, 16:07 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
3 Resep Gulai Tempe yang Lezat untuk Masak Satset di Akhir Pekan
Studi: Hampir Setengah Pemilih di AS Ingin Punya Presiden Pro-Kripto
5 Oktober 1991: Pesawat Hercules TNI Jatuh di Condet Tewaskan 135 Orang, Hanya 1 Penumpang Selamat
Rekomendasi Destinasi Wisata dengan Pesona Alam Menawan di Ciamis
Cara Mudah Dapat Passive Income Lewat Bisnis Online
Manchester United Harus Terima Konsekuensi Pahit Jika Gagal Rebut Tiket Liga Champions
Chandra Asri Terus Ekspansi ke ASEAN, Terbaru Akuisisi Shell Energy Singapura
Orang Jarang Ibadah tapi Dapat Rezeki Berlimpah, Simak Kata UAS
Ada HUT ke-79 TNI di Monas Hari Ini Sabtu 5 Oktober, Arus Lalu Lintas Dialihkan
Ketahuilah, Ini Tipe Karyawan yang Dihindari Banyak Bos di Kantor!
Menikmati Akhir Pekan di Taman Wisata Gunung Pancar, Wisata Alam Menarik di Bogor
Hal-Hal Mengerikan yang Akan Terjadi Jika Bumi Memiliki Dua Bulan