Keganasan Awan Kumulonimbus Ditakuti Dunia Penerbangan

Awan kumulonimbus bersifat padat dan menjulang tinggi, bila terjebak di dalamnya pesawat akan terguncang secara ekstrem.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Jan 2015, 07:17 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2015, 07:17 WIB
Awan-Kumulunimbus
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Korban keganasan awan kumulonimbus dalam dunia penerbangan nasional bukan kali pertama terjadi. 13 tahun silam pesawat Garuda Indonesia juga menjadi korban keganasan awan jenis ini.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Senin (12/1/2015), pesawat dengan nomor penerbangan GA-421 rute Mataram - Yogyakarta harus mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo. Seorang pramugari tewas dalam insiden ini. Pilot terpaksa mendarat darurat karena kedua mesin pesawat mati setelah menembus awan Kumulonimbus.

Awan Kumulonimbus sangat ditakuti pilot, karena suhu di dalamnya bisa mencapai minus 50 derajat Celcius. Awan ini menghasilkan partikel es yang berpotensi mematikan mesin pesawat.

Awan Kumulonimbus bersifat padat dan menjulang sangat tinggi hingga 40 ribu kaki. Bila terjebak di dalamnya, pesawat bisa terguncang ke atas atau ke bawah secara ekstrem. Petir yang dihasilkan awan Kumulonimbus bisa mengacaukan sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.

Pesawat Lion Air juga jatuh di perairan Bali akibat menembus awan Kumulonimbus pada April 2013.  Pesawat dengan nomor penerbangan JT 904 rute Bandung-Denpasar ini mendarat terlalu cepat di perairan, karena pilot tidak bisa melihat landas pacu bandara Ngurah Rai.

Jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 menambah panjang daftar korban keganasan awan Kumulonimbus. Pesawat rute Surabaya-Singapura ini tak kuasa menghadapi ganasnya awan mengerikan itu saat melintasi perairan Bangka Belitung.

Hingga dua pekan pasca-kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 dari 155 penumpang dan 7 awak pesawat, sudah 48 jenazah ditemukan. Penyebab jatuhnya pesawat masih misteri. Kotak hitam yang menjadi kunci masih terus dicari. (Dan/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya