Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi membentuk tim independen untuk membantunya menyelesaikan gesekan yang terjadi antara KPK dan Polri. Tim yang beranggotakan 9 orang itu pun telah memberikan rekomendasinya kepada Jokowi.
Rekomendasi disampaikan Tim 9 saat memenuhi panggilan Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu 28 Januari kemarin. Salah satu anggota Tim 9, Imam Prasodjo membeberkan apa yang terjadi dalam pertemuan tersebut.
"Pada siang itu, melalui Mensesneg Pratikno, kami datang ke Istana Negara memenuhi undangan Presiden berdialog dan bertukar pikiran tentang upaya mengatasi kemelut yang mendera negeri ini," ungkap Imam dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Kemelut yang tengah menjadi perhatian publik itu, ungkap dia, terkait konflik antarlembaga penegak hukum, KPK dan Polri, yang kini terlihat semakin rumit, saling menyandera dan kait mengait melebar ke mana-mana. Masalah itu menjadi rumit karena memasuki ranah hukum, politik, moral, etika, dan nurani rakyat yang menginginkan Indonesia bersih dan bebas dari korupsi.
"Hari menjelang siang itu, sekitar jam 10.30 kami menunggu di suatu ruang di Istana. Hadir Pak Syafii Maarif (Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah), Jimly Asshiddiqie (Mantan Ketua MK), Oegroseno (Mantan Wakapolri), Erry Riana Harjapamekas (Mantan Pimpinan KPK), Bambang Widodo Umar (Pengamat Kepolisian), dan Tumpak Hatorangan Panggabean (Mantan Pimpinan KPK)," papar Imam.
Saat itu, sambung dia, telah ada di ruangan sejumlah anggota Wantimpres yang rupanya juga tengah menunggu untuk bertemu dengan Presiden. Mereka dijadwalkan bertemu terlebih dahulu. "Saya terpikir, kehadiran Watimpres ini jelas merupakan jawaban Presiden Jokowi terhadap pihak yang mengkritik mengapa Presiden Jokowi terkesan mengedepankan Tim Independen daripada Wantimpres dalam mencari solusi untuk mengatasi permasalah ini. Karena itu, bisa jadi Presiden kemudian juga meminta saran dari Watimpres."
Sekitar jam 11.30, lanjut Imam, akhirnya tim memasuki ruangan pertemuan. Hanya dengan ditemani Mensegneg Pratikno, Presiden Jokowi menemui tim di ruang tertutup.
"Dalam pertemuan itu, setelah menyalami kami satu persatu, Presiden Jokowi mencoba basa basi dengan berceritera kegiatan yang ia lakukan akhir-akhir ini yang tentu sangat melelahkan. 'Untung saya mudah tidur. Di manapun saya pargi, setelah 30 menit saya dapat tidur pulas,' kata Presiden. Ia tampak mencoba relaks walau pun saya melihat dari raut mukanya ada ketegangan yang tersembunyi dalam pertemuan ini," beber Imam.
>>Next>>
Next
Imam Prasodjo melanjutkan, akhirnya Syafii Maarif membuka pembicaraan sesuai dengan tujuan kehadiran kami. Syafii memulai dengan menanyakan apa yang menjadi fikiran Presiden sebenarnya akhir akhir ini dan apa yang bisa tim bantu.
"Dengan sedikit menarik nafas panjang, Presiden menjelaskan duduk soal yang menjadi bahan pemikirannya. Ini terkait dengan dilemma yang tengah ia hadapi terkait Calon Kapolri yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK, dan masalah yang tengah dihadapi KPK. Dalam upaya Presiden mencari jalan keluar, jelas sekali komitmen Presiden bahwa apapun yang akan ia putuskan akan tetap mengacu koridor hukum," ungkap dia.
Namun pada saat yang sama, sambung Imam, Jokowi juga tak dapat mengabaikan realitas politik yang ia harus hadapi, baik dari kalangan internal partai pendukung maupun partai di parlemen pada umumnya. Dialog mulai berjalan menghangat dan intensif, dan masing-masing dari kami mencoba sumbang saran. Seperti ngobrol biasa, arus komunikasi berjalan timbal balik. "Saya merasakan perbedaan jelas jika dibanding dengan pola komunikasi semasa Presiden SBY yang lebih formal, agak kaku, dan searah," imbuh dia.
"Tanpa terasa dialog berjalan sekitar satu jam. Saya melihat beberapa kali Presiden meminta Mensegneg Pratikno untuk mencatat point-point yang kami kemukakan. Ini pertanda Presiden Jokowi tertarik dengan beberapa point yang melintas dalam pembicaraan. Namun pada saat yang sama, saya tak melihat sikap definitif yang dinyatakan Presiden dalam mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Mungkin Presiden membutuhkan perenungan lagi. Tapi yang jelas semua pilihan memang bukan hal mudah. Semua memiliki potensi dampak, baik hukum, politik, moral atau etika," jelas dia.
Di tengah keruwetan rambu-rambu hukum dan politik, Imam berupaya mengingatkan pentingnya substansi moral, etika dan nurani rakyat yang harus dikedepankan. Karena bagi dia, apa pun aturan hukum yang dilalui, harus sejalan dengan nilai nilai moral dan etika sebagai acuan utama.
"Kepatuhan terhadap tafsir prosedur hukum, jangan sampai bertentangan dengan substansinya, yaitu standar etika dan moral yang mendasarinya. Jadi argumen etis dan moral hukum, bagi saya, harus mendapat prioritas bila dibanding dengan sekedar hukum normatif prosedural. Saya mencoba menduga apa yang dipikirkan Presiden saat saya mengemukakan hal itu," terang Imam.
"Akhirnya dialog berakhir karena Presiden kelihatannya memiliki jadwal lain yang harus dipenuhi. Kami pun meninggalkan istana dan menuju Gedung Sekretariat Negara," ucap dia.
>>Next>>
Advertisement
Next
Berikut ini butir-butir rangkuman saran yang Tim 9 ajukan kepada Presiden Jokowi:
1. Kami sebagai tim konsultatif independen yang diminta masukan/pendapat oleh presiden, akan menjadi mitra yang siap beri masukan terkait hubungan lembaga penegak hukum.
2. Kami pada Rabu, 28 Januari 2015, telah diundang presiden memberikan masukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan selama 2 hari belakangan ini, dan masukan kami kepada Bapak Presiden adalah sebagai berikut:
a. Presiden seyogyanya memberikan kepastian kepada siapapun penegak hukum yang berstatus tersangka untuk mengundurkan diri demi menjaga marwah baik Polri maupun KPK.
b. Presiden seyogyanya tidak melantik calon Kapolri sebagai tersangka dan mempertimbangkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri, agar institusi Polri segera mendapat calon Kapolri yang definitif.
c. Presiden seyogyanya Menghentikan segala upaya yang diduga kriminalisasi personel penegak hukum siapapun, baik Polri maupun KPK dan masyarakat pada umumnuya
d. Presiden seyogyanya memerintahkan kepada Polri maupun KPK menegakkan kode etik terhadap pelanggaran etika profesi yang diduga dilakukan personel Polri atau KPK.
e. Presiden agar menegaskan kembali komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dan penegakan hukum pada umumnya sesuai harapan masyarakat luas.
(Mut)