Mendagri Tolak Campur Tangan Kisruh di Kesultanan Yogyakarta

Mendagri Tjahjo meminta keluarga kesultanan memahami sikap pemerintah yang menolak intervensi permasalahan internal Kesultanan Yogyakarta.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 12 Mei 2015, 01:28 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2015, 01:28 WIB
Mendagri Tolak Campur Tangan Kisruh di Kesultanan Yogyakarta
Mendagri Tjahjo meminta keluarga kesultanan memahami sikap pemerintah yang menolak intervensi permasalahan internal Kesultanan Yogyakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan tidak akan turut campur dalam kisruh internal Kesultanan Yogyakarta, akibat Sabda Raja dan ‎Dawuh Raja dikeluarkan dari Dalem Wironegaran‎ Dawuh Raja, tempat tinggal Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro dan Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi pada 30 April dan 5 Mei 2015 lalu.

Mewakili pemerintah pusat, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menganggap keputusan Sultan yang berbuntut munculnya pro dan kontra di kalangan warga Yogyakarta itu, merupakan urusan internal Kesultanan Yogyakarta.

"Mengenai sabda raja, pada prinsipnya itu kepentingan internal Kesultanan Yogyakarta. Seorang raja mempunyai hak-hak bagaimana diatur internal Kesultanan Yogyakarta. ‎Mendagri tak ingin terlibat langsung, karena tak ada kaitannya dengan pemerintaham langsung," ujar Tjahjo di Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (11/5/2015).

Terkait adanya desakan keluarga Kesultanan yang meminta dukungan pemerintah pusat--untuk menolak Sabda Raja yang dikeluarkan Sri Sultan, Tjahjo meminta agar keluarga kesultanan memahami sikap pemerintah yang menolak mengintervensi permasalahan di Kesultanan Yogyakarta.

"Memang beberapa hari lalu adik ratu kakak Sultan temui saya, yang intinya meminta saya agar menyampaikan kepada Sultan untuk dihadapkan dalam rapat keluarga. Keputusannya agar berdasarkan rapat keluarga. Tapi saya tegaskan, itu urusan internal rapat keluarga," tegas Tjahjo.

Dalam Sabda Raja pada Kamis 30 April 2015, ada 5 hal yang disampaikan. Pertama, pergantian nama Sri Sultan Hamengkubuwono menjadi Sri Sultan Hamengkubawono. Kedua, gelar Sultan tentang Khalifatullah dihapuskan. Ketiga, penyebut 'kaping sedasa' diganti 'kaping sepuluh'.

Keempat, mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima, menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Pituru.

‎Sabda Raja kedua dikeluarkan pada Selasa 5 Mei 2015, yang antara lain berisi penetapan nama baru putri pertama Sultan, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun, menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Perubahan ini ditafsirkan bahwa Pembayun telah ditetapkan sebagai putri mahkota. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya