Trik Anggota DPR Tilap Dana Aspirasi Versi ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Masyarakat Menolak Dana Aspirasi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 18 Jun 2015, 18:23 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2015, 18:23 WIB
Trik Anggota DPR Tilap Dana Aspirasi Versi ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama koalisi masyarakat menolak dana aspirasi menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Masyarakat Menolak Dana Aspirasi menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI. Dalam aksinya, mereka menampilkan cara anggota dewan menilap dana aspirasi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan.

Aksi mereka dimulai dengan membentangkan poster di depan gerbang Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6/2015). Belasan anggota koalisi masyarakat memegang satu poster bernada penolakan.

Tertulis pada poster itu, 'Dana Aspirasi Persubur Korupsi', 'Dana Aspirasi Pembangunan Semakin Timpang', dan 'Dana Aspirasi Anggaran Tidak Efektif=Pemborosan Anggaran'. Tak lupa, setiap poster mereka mencantumkan tanda pagar (hastag) #tolakdanaaspirasi sebagai bentuk kampanye melalui sosial media.

Aksi itu berlanjut pada teatrikal di lokasi sama. Pendemo memerankan anggota DPR, konstituen, tim sukses, dan broker.

Dalam aksinya, anggota dewan mendatangi konstituen dan menjanjikan akan membangun daerah mereka dengan dana aspirasi yang didapat. Sebelum meninggalkan konstituen, anggota dewan memberikan sejumlah uang sebagai bukti perhatian terhadap warga.

Tak lama kemudian, tim sukses yang dicurigai juga sebagai broker datang kepada warga dengan membawa uang yang lebih banyak. Broker ini lalu menyerahkan uang itu dan mengklaim dari sang anggota dewan.

Warga yang menerima senang-senang saja. Padahal, broker mendapat uang jauh lebih besar dibanding yang diterima warga.

Tabrak Konstitusi

Koordinator aksi Syamsudin Agung Halimsyah mengatakan, aksi ini merupakan lanjutan dari rentetan aksi penolakan terhadap dana aspirasi. Dia menilai, sampai saat ini tidak ada argumentasi mendasar dana aspirasi itu harus dicairkan.

"Dengan adanya dana aspirasi, anggota dewan menabrak konstitusi. Mereka yang seharusnya membahas, malah mengurusi hal kecil berkedok pembangunan daerah," kata Syamsudin di lokasi.

Selain itu, tidak ada rumusan yang jelas dalam menentukan besaran dana aspirasi yang diterima anggota dewan. Setiap anggota dewan menerima Rp 20 miliar, padahal jumlah suara, kebutuhan daerah, dan jumlah anggota dewan di setiap daerah berbeda.

"Dari mana angka itu. DPR beralasan untuk mendorong keseimbangan pembangunan daerah. Ini dari mana? Sebut saja Papua Barat, dia hanya 4 orang anggota dewan. Bandingkan dengan Jawa Barat sekitar 50-an orang," lanjut dia.

Tak hanya itu, pembangunan menggunakan dana aspirasi disinyalir tidak terintegrasi dengan desain pembangunan yang sudah dibuat setiap pemerintah daerah. Anggota dewan pasti hanya memikirkan dapilnya saja tanpa memperhatikan desain pembangunan yang sudah dibuat.

"Misalnya saya dari dapil Jakarta Utara. Di sana saja yang saya beton. Sementara ada anggota lain di Jakarta Selatan, dia pasti akan fokus di sana. Ini jadi tidak terintegrasi."

Massa aksi juga membawa 5 tuntutan dalam demo kali ini. Tuntutan itu, yakni DPR harus membatalkan dan menghentikan pembahasan usulan dana aspirasi, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan harus menolak usulan dana aspirasi DPR.

Selain itu, anggota DPR harus mendorong konstituen di dapil masing-masing untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana transfer ke daerah dan desa dengan partisipasi aktif, baik perencanaan, penyusunam, pengawasan, hingga pelaporan penyalahgunaan.

Lalu, anggota DPR harus lebih bertindak aktif menyerap aspirasi konstituen di dapilnya lalu memperjuangkannya dalam menjalankan fungsi dan hak DPR dalam pembahasan anggaran dan pengawasan. Terakhir, DPR harus memaksimalkan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk untuk menjawab aspirasi masyarakat. (Mut/Sss)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya