Ahok: Izin Bangun Rumah Ibadah Tak Sulit, Tapi...

Penutupan rumah ibadah kerap kali terjadi di DKI Jakarta, terutama bagi para kaum minoritas.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 24 Jul 2015, 15:54 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2015, 15:54 WIB
Ahok
Gubernur DKI Jakarta Ahok (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Penutupan rumah ibadah kerap kali terjadi di DKI Jakarta, terutama bagi para kaum minoritas. Bahkan, hal itu kerap menimbulkan pergesekan yang sebenarnya tidak berhubungan dengan atas nama agama.

Terkait hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan permasalahan izin biasanya tidak ada masalah kalaupun ingin diajukan kepada Pemerintah Provinsi DKI untuk diurus. Meski demikian Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri --Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri-- dinilai Ahok kerap mempersulit hingga menimbulkan masalah.

"Kalau lapor (pengurusan izin), seringkali bukan masalah di IMB (izin mendirikan bangunan)-nya yang sulit, tapi yang sering jadi masalah itu karena mesti minta izin dari masyarakat sekelilingnya, yang terkadang beda agama, itu lho yang lucu. Pasti jadi masalah," ucap gubernur yang akrab disapa Ahok di Balai Kota, Jakarta, Jumat (24/7/2015).

2 SKB Menteri

Mantan Bupati Belitung Timur itu pun menilai SKB 2 Menteri bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, SKB yang memuat keharusan pengumpulan kartu tanda penduduk atau KTP dari 90 warga di sekitar rumah ibadah guna mendapatkan izin pendirian tersebut, jelas-jelas bertolak belakang dengan konstitusi.

"SKB 2 Menteri bertentangan dengan UUD 1945, itu yang menjadi masalah. Bagaimana bisa rumah ibadah (satu agama) mendapatkan izin dari mayoritas (yang beragama berbeda)? Seharusnya dicabut saja peraturan itu," cetus Ahok.

Ahok memaparkan, dengan beragamnya aliran kepercayaan dalam sebuah agama saja, seharusnya rasa toleransi dan tenggang rasa harus dikedepankan, di luar pemahaman masing-masing individu tentang kepercayaannya terhadap aliran tersebut.

Terpenting, imbuh mantan politisi Golkar dan Gerindra ini, itu adalah urusan di luar keyakinan tersebut. Artinya, peran negara dalam melindungi dan memberikan hak bagi warga negaranya untuk beribadah sesuai keyakinannya, itulah yang harus selalu diutamakan.

Rumah Ibadah Dibongkar

Ahok menyebut salah satu contoh terkini dari ketimpangan SKB 2 Menteri tersebut adalah kasus Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Jatinegara, Jakarta Timur, yang telah berdiri selama 30 tahun dan sudah disegel sejak 2 tahun yang lalu.

Apalagi rencananya Sabtu 25 Juli besok, pihak Pemprov DKI akan mengeksekusi pembongkaran rumah ibadah GKPI tersebut, yang diketahui memiliki jemaat sampai sekitar 60 orang.

"Sekarang yang jadi masalah, GKPI di Jatinegara itu gereja yang sudah berdiri 30 tahun tanpa izin. Sama kok banyak tempat ibadah lain seperti masjid, vihara atau klenteng yang juga tidak punya izin. Tapi karena sudah berlangsung sejak lama, jadi tidak dipermasalahkan," tutur Ahok.

Melihat contoh kasus GKPI tersebut, Ahok menilai keberadaan SKB 2 Menteri harus segera dicabut.

"Kalau kasus ini memang kita harus akui, negara ini ada masalah. Bagaimana bisa SKB 2 Menteri mengalahkan UUD 45? Saya enggak tahu, prinsipnya harus dicabut SKB 2 Menteri ini. Karena SKB itulah yang suka dipakai oleh sekelompok kecil orang intoleransi untuk mengafir-kafirkan dan menyerang kelompok lain," pungkas Ahok.

Pasal yang disorot adalah Pasal 14 SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat tertanggal 21 Maret 2006.

Pasal itu menyebutkan, Pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan-persyaratan, salah satunya adalah dukungan masyarakat setempat, paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Hal ini dilanjutkan dengan dukungan minimal 60 KTP dari warga sekitar. (Ans/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya