Pemerintah Harus Rebut Kedaulatan Udara RI dari Singapura

Perundangan tentang wilayah udara Indonesia harus disempurnakan. Sebab, manajemen udara yang masih amburadul membuat pertahanan ringkih.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 30 Jul 2015, 08:13 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2015, 08:13 WIB
[Bintang] Selain Hercules, Ini Pesawat Tempur Tua yang Dimiliki Indonesia
Selain Hercules, Ini Pesawat Tempur Tua yang Dimiliki Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Sejak 1946 wilayah udara Indonesia dikuasai asing. Manajemen udara negara kita, selama ini, diatur oleh Singapura. Karena itu, pemerintah didesak merebut kedaulatan udara Indonesia dari tangan Negeri Singa tersebut.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku siap mendukung segala upaya demi menegakkan kedaulatan wilayah udara NKRI. Hal itu disampaikan usai menghadiri acara peluncuran buku 'Tanah Air & Udaraku Indonesia' karya eks KSAU Marsekal Purn TNI Chappy Hakim di Gramedia, Matraman, Jakarta, Rabu 29 Juli 2015.

"Kami DPR akan sangat mendukung upaya menegakkan kedaulatan udara kita. Dan kami tidak mau wilayah udara kita diatur-atur negara asing," ujar Fadli.

Menurut dia, aturan perundang-undangan tentang wilayah udara Indonesia harus disempurnakan. Sebab, manajemen udara yang masih amburadul membuat pertahanan Indonesia ringkih.

‎"Jadi harus ada (perubahan). Kalau ada regulasi yang harus diubah, ya diubah. Kalau belum ada ya diadakan. Karena kedaulatan wilayah udara kita. Saya udah denger ini sejak lama, kok bisa wilayah udara kita diatur Singapura, saya kira tidak bisa itu," tutur politikus Gerindra tersebut.

Kendati begitu, dia mengaku DPR tidak bisa bergerak tanpa campur tangan dari eksekutif. Dia berharap pemerintah Jokowi-JK mempunyai inisiatif untuk memperbaiki kedaulatan NKRI, khususnya wilayah udara.

‎"Sekali lagi, kami (DPR) tentu mendukung upaya ini. Asal pemerintahnya punya inisiatif. Kalau tidak ada inisiatif apa yang bisa kita lakukan," tandas Fadli.

Menukil pernyataan Chappy, Fadli mengatakan ‎sasaran serangan musuh salah satunya dilakukan melalui udara. Jika pertahanan udara masih ringkih, maka keamanan suatu negara itu terancam.

‎"Tadi disampaikan Pak Chappy, salah satu attack terhadap negara itu ya salah satunya melalui udara. Lihat aja tragedi 9/11, itu salah satu contoh yang menunjukkan bahwa kedaulatan udara harus di tangan kita dan tidak boleh ada campur tangan asing," ucap Fadli.

"Nah, sudah banyak sekali kasus ada penerbangan-penerbangan gelap yang tidak terdeteksi radar negara kita. Ya ini sangat membahayakan," imbuh dia.

Oleh karena itu, dia berharap hasil diskusi dalam acara peluncuran buku yang juga dihadiri sejumlah tokoh dan petinggi negara‎ ini bisa ditindaklanjuti serius oleh pemerintah.

"Kepada pemerintah kita sarankan untuk segera mengkaji masalah ini. Aturan-aturan yang kita anggap kurang keras, kurang tegas, nah ini yang harus kita angkat. Saya kira soal kedaulatan, DPR pasti sangat mendukung pemerintah. Kita pastikan itu," tegas Fadli.

Konvensi Chicago 1944

Fadli Zon menegaskan wilayah udara Indonesia tidak boleh diatur-atur negara asing. Hal itu, lanjut dia, berdasarkan Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan setiap negara menguasai udara di atas teritorinya.

Sementara, hingga saat ini, manajemen udara Indonesia masih diatur oleh Singapura. Segala aktivitas penerbangan di Indonesia harus melalui izin petugas di negeri tetangga itu.

"Sudah jelas itu (kedaulatan udara diatur negaranya sendiri). Dan kita sudah adopsi di dalam undang-undang penerbangan juga. Jadi Kemenhub  harus melakukan penyesuaian terhadap masalah kedaulatan udara kita," tandas Fadli.

"Dulu saat belum ada teknologi pesawat terbang, ya nenek moyangku seorang pelaut. Dan sekarang segala macam teknologi udara ada. Saya kira ini menjadi sangat penting penguasaan kedaulatan di wilayah dirgantara kita," ‎pungkas dia.

‎Peluncuran buku karya purnawirawan TNI bintang 4 ini dihadiri sejumlah tokoh dan pejabat negara. Antara lain Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Hasto Kristiyanto, Ketua DPR Setya Novanto, Ketua ‎MPR Zulkifli Hasan, Mantan Ketua BIN AM Hendropriyono, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, dan Menkumham Yasonna H Laoly. (Bob/Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya