Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Umum Kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Mahful M. Tumanurung muncul ke publik. Dalam keterangannya ‎di Kantor YLBHI, Jakarta, Mahful menyatakan, anggota Gafatar meyakini ajaran yang disebut dengan Millah Abraham.
Menanggapi hal tersebut, MUI menilai anggapan yang menyebut Gafatar bukan bagian dari Islam hanyalah sebuah siasat agar organisasi tersebut tidak dikenakan pasal penistaan agama. Kendati tak mengaku bagian dari Islam, namun Gafatar tetap dianggap menyesatkan dan merusak ajaran Islam.
"‎Mereka pakai‎ Millah Abraham itu, sehingga tidak kena dengan peraturan agama itu, karena mereka, walaupun mengistilahkan keluar, itu hanya formal saja. Mereka tetap menggunakan ajaran agama Islam, hanya nanti mereka ubah-ubah, seperti tidak mewajibkan salat, jilbabnya dibuka dan lain-lainya," ujar Wasekjen MUI Zaitun Rasmi kepada Liputan6.com, Rabu, (27/1/2016).
Mengenai Millah Abraham yang dianggap sebagai inti dari ajaran Gafatar, Zaitun menilai ajaran tersebut hanya sesuatu yang dibuat-buat. Menurut dia, tidak ada dalam keyakinan agama manampun mengenai pemikiran Millah Abraham seperti yang disebutkan mantan pentinggi Gafatar itu.
Baca Juga
"Mereka mencoba membuat Millah Abraham. Millah Abaraham itu sebenarnya tidak ada, itu adalah rekayasa untuk mencoba memadukan antara Yahudi, Kristen, dan Islam. Jadi itu dijadikan modus. Jadi sebetulnya mereka adalah orang Islam yang mencoba untuk keluar dari undang-undang itu," ungkap Zaitun.
‎Ia pun tetap menganggap bahwa ajaran Gafatar sebagai bentuk penistaan terhadap agama. Tidak hanya Islam, bahkan penyatuan agama yang disebut mereka sebagai Millah Abraham juga dianggap sebagai penistaan terhadap agama selain Islam.
"Jadi itu berkaitan dengan UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang penistaan agama itu.‎ Jadi kalau mereka agama Islam, mereka itu kan melakukan penistaan agama Islam. Kalau kristen, melakukan penistaan agama Kristen.‎ Mereka mencoba membuat Millah Abraham, sehinga bisa keluar (tidak terkena) aturan itu," ungkap dia.
‎
Mengenai adanya pungutan wajib yang disebut sebagai 'infaq' oleh para pengikut eks Gafatar, Zaitun menganggap hal tersebut hanya digunakan untuk kepentingan kelompok mereka dan bukan disalurkan untuk kepentingan umat secara keseluruhan.
"Saya tidak tahu masalah infaqnya seperti apa. Tapi mereka ini, seperti biasa aliran-aliran sesat, memanfaatkan harta anggotanya ‎untuk kepentingan pimpinannya atau tujuan organisasi mereka," pungkas Zaitun. ‎