Tagih Utang Cetak e-KTP, Ratusan Buruh Percetakan Geruduk PNRI

Setiap kali diminta pelunasan, PNRI selalu berkelit dengan berbagai alasan.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 28 Jan 2016, 14:39 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2016, 14:39 WIB
20160128-Demonstrasi
Ratusan Buruh Percetakan Geruduk PNRI. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Ratusan buruh percetakan PT Pura Barutama ‎menggeruduk Kantor Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) di Jalan Percetakan Negara, Johar Baru, Jakarta Pusat. Massa menuntut nasib ribuan karyawan akibat tunggakan biaya pencetakan e-KTP yang tak kunjung dilunasi perusahaan BUMN itu.

Komunitas Masyarakat untuk Pemberantasan Korupsi (Kompak) yang mendampingi massa buruh ini mencium adanya tindak pidana korupsi ‎di tubuh PNRI. Sebab, PT Pura Barutama telah melaksanakan kewajibannya mencetak e-KTP tahun 2011-2012. Namun 3 tahun berlalu, masih ada pembayaran yang belum diselesaikan oleh Perum PNRI.

"Dalam hal ini PT Pura Barutama sangat dirugikan karena selama 3 tahun tersebut beberapa pejabat melakukan janji-janji bohong. Mereka datang minta diselesaikan secara kekeluargaan, tapi tidak pernah ada penyelesaian," ujar Kuasa Hukum Kompak, Agustinus Nahak, di lokasi, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2016).

Agustinus menambahkan, setiap kali diminta pelunasan PNRI selalu berkelit dengan berbagai alasan. Upaya mediasi yang dilakukan pun tak kunjung menemukan titik temu. Kondisi tersebut mengancam nasib 12 ribu karyawan yang bekerja di PT Pura Barutama.

‎"Akhirnya tim litigasi dari PT Pura Barutama menggugat di PN Jakarta Pusat dan sudah melaporkan salah satu pimpinan PT Perum PNRI. Sekarang pimpinan itu juga kabarnya jadi tersangka di kasus lain," tutur dia.

Penetapan tersangka salah satu petinggi PNRI membuat Kompak semakin yakin bahwa terdapat oknum-oknum di tubuh BUMN itu yang hanya ingin memperkaya diri. Mereka kemudian mengabaikan hak-hak perusahaan lain yang telah melakukan kewajibannya ‎menyelesaikan proyek yang diminta.

"Kehadiran kami untuk mengawal hak-hak perusahaan dan minta perhatian pemerintah. Jangan sampai oknum-oknum ini merusak citra pemerintah, citra BUMN," ucap Agustinus.

"Kami sudah cek ke pemerintah, kami tahu uangnya sudah dicairkan. Tapi tetap tidak ada pembayaran (dari PNRI). Uangnya kemana? Uang segitu banyak hampir Rp 144 miliar ditambah denda Rp 205 miliar," imbuh dia.

Sesuai perjanjian yang telah disepakati antara Perum PNRI dengan PT Pura Barutama, jika terjadi keterlambatan pembayaran maka BUMN itu harus membayar denda. Jika utang tersebut tak kunjung dilunasi, pemerintah akan merugi karena jumlah denda akan terus bertambah.

"‎Mereka (Perum PNRI) membayar perusahaan dengan uang rakyat. Jika ditunda-tunda, uang rakyat akan habis terbuang hanya untuk menutup dendanya. Sementara masih banyak orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kami minta, BUMN harus bersih dari tikus-tikus," tandas Agustinus.

Berdasarkan pantauan Liputan6.com di lapangan, ‎aksi yang menutup sebagian ruas jalan Percetakan Negara itu sempat ricuh. Aksi dorong-dorongan antara massa dan petugas kepolisian pun tak terhindarkan. Salah satu demonstran yang dianggap sebagai provokator pun sempat diamankan.

Namun kondisi tersebut dengan cepat dapat dikendalikan oleh 150 personel kepolisian yang turut mengamankan aksi unjuk rasa itu. Pihak kepolisian juga berupaya untuk memediasi kedua belah pihak.

"‎Sempat massa memakan badan jalan di 2 arus, tapi akhirnya bisa dikendalikan. Saya sudah upayakan mediasi. Tadi sudah ada mediasi dengan pihak Perum PNRI," ujar Kapolsek Johan Baru Kompol Wiyono di lokasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya