Liputan6.com, Jakarta Positif atau negatif. Dua kata itulah yang mengemuka ketika melihat kasus yang menimpa diva Indonesia Reza Artamevia. Namanya menghentak publik, kala tim gabungan Polres Mataram dan Lombok Barat menggeledah kamar 1.100 di Hotel Golden Tulip, Jalan Jenderal Sudirman No 4 Selaparan, Kota Mataram, Minggu, 28 Agustus 2016, sekitar pukul 23.00 WIB.
Dalam penggeledahan itu, terdapat Gatot Brajamusti atau yang terkenal dengan sebutan Aa Gatot. Selain Gatot dan istrinya DA (45), enam lainnya juga diamankan, salah satunya Reza Artamevia.
Baca Juga
Sebelum penangkapan, Aa Gatot baru saja terpilih menjadi Ketua Umum PARFi untuk kali kedua. Proses hingga Aa Gatot terpilih pun berlangsung alot. Buktinya agenda puncak kongres --pemilihan ketua umum-- berakhir hingga pukul 05.00 Wita, Minggu 28 Agustus 2016 pagi.
Advertisement
Selepas kongres itulah pesta lanjutan digelar Aa Gatot di Hotel. Aa Gatot bersama sekutunya dikabarkan menggelar pesta sabu. Dari informasi masyarakat-lah penggerebekan itu bermula.
"Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa tersangka sering melakukan pesta sabu atau narkoba," kata Boy dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Senin 29 Agustus 2016.
Pascamerebaknya penangkapan itu, serangkaian pemeriksaan intensif dilakukan pihak kepolisian Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pemeriksaan intensif dilakukan terhadap Aa Gatot dan istrinya. Namun, yang membuat publik bertanya-tanya adalah perbedaan fakta pemeriksaan yang diungkapkan pihak kepolisian, terutama terhadap Reza Artamevia.
Reza Artamevia Positif
Awalnya, Kepolisian Mataram memastikan bahwa mantan istri Adjie Massaid tersebut positif narkoba. Hasil tersebut didapatkan penyidik pada Senin 29 Agustus 2016 malam berdasarkan tes urine penyidik.
"Enam orang positif mengonsumsi narkoba dengan kandungan amphetamine, salah satunya Reza. Sementara yang dua negatif," kata Kabid Humas Polda NTB AKBP Tri Budi Pangastuti saat dihubungi Liputan6.com, Selasa 30 Agustus 2016.
Kendati demikian, soal jenis dari narkoba yang dikonsumsi Reza belum dapat diketahui. Sebab, pihak kepolisian perlu melakukan penyelidikan mendalam. "Perlu penyelidikan mendalam narkoba apa yang mereka konsumsi," kata Tri.
Karena keterbatasan alat, pihak kepolisian pun memindahkan lokasi pemeriksaan terhadap Reza. Lokasinya bertempat di Bali, yakni Labfor RS Bhayangkara Bali.
Sebenarnya tidak hanya Reza seorang yang dibawa kepolisian ke Pulau Dewata. Dalam pemeriksaan urine, tes darah, dan DNA untuk kali kedua itu, kepolisian juga menyertakan tiga lainnya.
Advertisement
Reza Ternyata Negatif
Ternyata, selang beberapa hari dari pemeriksaan tersebut, hasil berbeda mencuat. Reza Artamevia dipastikan negatif narkoba.
Pernyataan itu disampaikan BNN Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hasil negatif itu didapat usai Reza menjalani pemeriksaan selama lima jam.
Bahkan, dalam pemeriksaan, Reza mengaku menggunakan sebuah obat bernama asfat. Asfat adalah obat-obatan yang mengandung zat amphetamine.
Dokter Yuli, Tim dokter BNNP NTB, menjelaskan asfat merupakan suatu benda yang dibakar di bohr atau nampan kecil. Asap dari barang tersebut bisa membuat badan yang tidak fit menjadi bugar.
"Reza dan lainnya mengaku hanya menggunakan barang itu jauh-jauh hari sebelum kongres, untuk menghindari capek karena kongres," ujar Yuli, di Mataram, Kamis 1 September 2016.
Asfat, menurut dia, juga mengandung zat amphetamine yang kandungannya sama dalam sabu.
Reza mengaku tidak tahu bahwa zat amphetamine terkandung dalam asfat. Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Kombes Pol Sriyanto, Reza juga tidak tahu obat tersebut dilarang untuk dikonsumsi.
"Setelah dilakukan tes urine, semuanya sudah negatif (sabu), dan hasil-hasil assessment-nya semuanya masih ditingkat coba-coba pakai. Belum kecanduan," ujar dia.
Dalam pemeriksaan tersebut, Reza mengaku hanya mengonsumsi asfat dua kali. Terkait hal itu, Sriyanto memastikan Reza dan kawan-kawannya bukan merupakan pecandu. Kendati demikian, BNN tetap merehabilitasi mereka dengan rawat jalan.
"Seluruhnya ditindaklanjuti rehabilitasi rawat jalan selama delapan kali pertemuan. Dalam seminggu dua kali pertemuan di kantor BNNP NTB ini," ujar Sriyanto.
Asfat Itu Sabu?
Sriyanto menegaskan tidak ada obat yang bernama asfat. Karena itu ia memastikan, asfat tidak lain adalah sabu.
"Setelah kami cari ternyata asfat itu tidak ada. Namun itu dipastikan sabu-sabu karena kandungannya yaitu zat methapetamine," ujar Sriyanto di Mataram, Jumat 2 September 2016.
Ia menduga ada kemungkinan Gatot Brajamusti dan kelompoknya mengubah nama sabu menjadi asfat. Ini dilakukan untuk penyamaran, agar tidak terendus polisi. Tak ubah seperti istilah "cimeng" untuk menggantikan nama ganja.
Namun, pandangan berbeda disampaikan Staf Ahli Kimia Farmasi Badan Narkotika Nasional, Kombes Pol Mufti Djusnir. Menurut dia, asfat tidak lain hanyalah soal istilah atau sebutan semata.
"Kemungkinan itu hanya street name di dunia peredaran narkoba," kata Mufti Djusnir, saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat 2 September 2016.
Kendati demikian, ia tidak menampik jika yang dikonsumsi Reza adalah narkoba. Apalagi, zat yang terkandung dalam asfat dan hasil tes urine mengandung amfetamin. Zat tersebut masuk ke dalam narkotika golongan I.
Blue eyes misalnya, bagi mantan Kepala BNNP NTB yang juga ahli dalam persidangan ratu ekstasi Zarima ini, tidak lain adalah salah satu jenis sabu. Namun, para pengguna lebih familiar dengan blue eyes.
"Mereka berkembang di jalannya masing-masing dan diberi nama itu," Mufti menjelaskan.
Advertisement
Positif Negatif Tak Aneh
Kabag Humas BNN Kombes Slamet Pribadi mengaku belum tahu soal Asfat. Hanya saja, jika barang tersebut mengandung zat amphetamine, maka itu merupakan bagian dari narkoba.
"Kalau begitu ya yang kita lihat bukan asfatnya dong. Tapi kandungannya. Ya narkotik kalau mengandung itu. Sepanjang ada amphetamine-nya ya narkotik," tutur Slamet saat dikonfirmasi Liputan6.com, di Jakarta, Jumat 2 September 2016.
Dengan begitu, Slamet menyatakan, apabila ada seseorang mengonsumsi barang tersebut, maka sudah disebut sebagai pengguna narkoba. "Ya berarti pengonsumsi narkotik," lanjut dia.
Sementara terkait perubahan hasil uji tes urine dari Reza yang awalnya positif narkoba menjadi negatif, Slamet menjelaskan, tidak ada yang aneh. Sebab, kandungan narkotika yang dapat diserap tubuh pun memiliki batas endap.
"Zat narkotika itu kan di tubuh itu tergantung metabolisme. Bisa tiga hari hilang. Lima hari hilang. Idealnya pada saat ketangkep itu tes urine langsung assessment. Tapi kalau kemudian tes urine ajukan rehabilitasi empat atau lima hari kemudian, itu ya bisa saja hilang. Kan kalau mau ajukan rehab harus tes lagi, pas mau assessment," Slamet menerangkan.
Kemudian dari hasil assessment itu, maka dapat diketahui apakah pengguna narkoba tersebut sudah sampai tahap pecandu atau hanya sekadar pengguna senang-senang.
"Kita lihat hasil assessment-nya. Kalau sudah keluar itu baru bisa dilakukan rehab jalan atau inap. Bisa diketahui jadi dia itu apa rekreasional (senang-senang), eksperimental (coba-coba), apa dia teratur pakai, apakah dia pecandu. Nah empat kelas itu," tutur Slamet.