Korupsi Gubernur Sultra, KPK Garap Pegawai PT Billy Indonesia

Susan diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Sultra selama 2008-2014.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Sep 2016, 12:04 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2016, 12:04 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pegawai PT Billy Indonesia, Susan, dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Susan diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Sultra selama 2008-2014.

"Yang ber‎sangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Selasa (20/9/2016).

Pada kasus ini,‎ KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka. Gubernur Sultra periode 2008-2013 dan 2013-2018 itu diduga menyalahgunakan wewenang untuk menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundangan.

Nur Alam mengeluarkan tiga SK kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) selama 2008-2014. Tiga SK itu yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi. KPK menduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.

KPK pun menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

PT AHB juga diketahui berafiliasi dengan PT Billy Indonesia. Hasil tambang nikel oleh PT Billy Indonesia kemudian dijual kepada Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hongkong. Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim uang sebesar US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar kepada Nur Alam lewat sebuah bank di Hongkong.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya