Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengamankan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, anggota hakim MK Patrialis Akbar ditangkap di Rabu kemarin.
Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif memastikan penangkapan yang dilakukan timnya kali ini tidak dalam rangka membidik salah satu anggota lembaga hukum. Namun, lebih pada pengembangan kasus yang tengah diselidiki KPK.
"KPK tidak menargetkan secara khusus hakim-hakim MK, tapi ini betul-betul informasi dari masyarakat," tegas dia dalam keterangan persnya di Gedung KPK, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017).
Advertisement
Apalagi, lanjut dia, MK dan KPK merupakan anak kandung dari reformasi. "Maka KPK tetap menghargai MK," kata dia.
Dia menjelaskan, MK banyak melakukan uji materi atau judicial review terhadap Undang Undang (UU) KPK. Tidak hanya itu, MK juga melakukan uji materi terhadap UU tentang tindak pidana korupsi (tipikor).
"KPK sudah menjadi seperti ini, karena MK menguatkan posisi KPK," ujar Laode.
Terkait penangkapan Patrialis Akbar, ia mengharapkan, MK dapat bekerja seperti biasa. Bahkan, KPK mengharapkan kerja sama MK terkait pengungkapkan kasus Patrialis Akbar.
"Apabila penyidik-penyidik memiliki tambahan informasi, kami minta kerja sama untuk membantu proses kasus ini," tandas Laode.
Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. KPK mengungkap penangkapan mantan Menteri Hukum dan HAM itu terkait uji materi (judicial review) sebuah undang-undang.
"Kasus dugaan suap kepada hakim MK terkait judicial review UU 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," kata Pimpinan KPK, Basaria Pandjaitan, di Gedung KPK, Jakarta.
Menurut dia, ada 4 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya, Patrialis Akbar. Sementara, 7 orang lain masih berstatus sebagai saksi.
Satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu 25 Januari 2017 pukul 10.00-21.30 WIB. Patrialis Akbar sendiri ditangkap di Grand Indonesia. Dia ditangkap bersama seorang perempuan.