Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD angkat bicara terkait cuitan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Cuitan-cuitan SBY tersebut tak ayal menjadi buah bibir di masyarakat. Ada yang mengapresiasi, ada juga yang mengkritiknya.
Mahfud tidak mempermasalahkan cara SBY melemparkan kritik terhadap pemerintahan saat ini melalui media sosial. Dia pun kerap melakukan hal serupa dengan melontarkan cuitan di media sosial dan menjadi viral.
Baca Juga
"Ukuran pantes enggak pantes itu ukurannya personal. Tapi, semua itu memberi pelajaran bahwa apa yang dulu dilakukan seorang Presiden terhadap orang lain sekarang menimpa dia juga," kata Mahfud usai bertemu dengan Pemimpin KPK di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (9/2/2016).
Advertisement
Dia mencontohkan saat Ruhut Sitompul menjadi juru bicara Partai Demokrat dan memaki orang. Mahfud menilai sikap Ruhut tersebut mewakili Demokrat dan juga SBY sebagai ketua umumnya.
"Misalnya dulu dia sering membiarkan Ruhut Sitompul memaki-maki orang dan dia nampaknya memaki-maki itu. Dan sekarang dia dimaki-maki oleh orang. Itu kan artinya Roda selalu berputar," kata Mahfud.
Dalam tweet terbarunya SBY mengingatkan mahasiswa soal brainwash politik.
"Utk para mahasiswa, calon-calon pemimpin masa depan, setiap pemimpin & pemerintahan selalu ada kelebihan & kekurangannya. *SBY*," cuit SBY.
Dia melanjutkan dengan menulis, "Tidak ada Presiden & pemerintahan yg semuanya hebat & selalu sukses. Namun, tidak ada pula yg semuanya jelek & gagal. *SBY*."
"Begitu yg terjadi di Indonesia, mulai dari Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Ibu Megawati, SBY & Pak Jokowi *SBY*."
"Tugas pemimpin & generasi berikutnya adlh melanjutkan yg sudah baik & memperbaiki yg belum baik. Continuity & Change. *SBY*."
"Hati-hati terhadap "brainwash" politik. Para orang tua & negara, berharap semua mahasiswa sukses & punya masa depan yg gemilang. *SBY*."
Cuit ini menyusul aksi sekelompok mahasiswa berdemonstrasi di kediaman pribadinya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
SBY melontarkan pertanyaan untuk Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
"Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak utk tinggal di negeri sendiri, dgn hak asasi yg saya miliki? *SBY*," tulis SBY dalam akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, Senin (6/2/2017).
Sebagai warga negara, SBY mengaku ingin meminta keadilan. "Saya hanya meminta keadilan. Soal keselamatan jiwa saya, sepenuhnya saya serahkan kpd Allah Swt. *SBY*," tulis SBY.
Sebelumnya, SBY mengaku rumahnya didatangi ratusan orang pada Senin sore. "Saudara-saudaraku yg mencintai hukum & keadilan, saat ini rumah saya di Kuningan "digrudug" ratusan orang. Mereka berteriak-teriak. *SBY*," cuit SBY.
Ia mengaku tidak mendapat pemberitahuan dari polisi terkait adanya aksi di rumah yang didapatnya dari negara. "Kecuali negara sudah berubah, Undang-Undang tak bolehkan unjuk rasa di rumah pribadi. Polisi juga tidak memberitahu saya. *SBY*," ungkap SBY.
"Kemarin yg saya dengar, di Kompleks Pramuka Cibubur ada provokasi & agitasi thd mahasiswa utk "Tangkap SBY". *SBY*," tulis SBY.
Paling awal soal cuitan SBY adalah terkait informasi-informasi hoax. SBY mengeluhkan merajalelanya kabar bohong atau hoax. Hal ini disampaikannya melalui akun twitter.
"Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*," tulis SBY di akun @SBYudhoyono, Jumat 20 Januari 2017.
Menanggapi cuitan SBY di media sosial, Presiden Jokowi menilai semestinya Ketua Umum Partai Demokrat itu membicarakan persoalan tersebut dalam forum tertutup, dan bukan melalui media sosial.
"Lebih baik apabila semua hal yang berkaitan dengan negara itu dirembuk, dibicarakan dalam forum tertutup," ucap Jokowi di Ambon, Maluku, Rabu 8 Februari 2017.