Said Aqil Siradj: Jangan Gunakan Agama untuk Tujuan Politik

Said Aqil Siradj mengupas berbagai hal, mulai politisasi agama hingga merawat persatuan ala NU.

oleh Anri SyaifulRidho Insan Putra diperbarui 05 Apr 2017, 18:45 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2017, 18:45 WIB
Said Aqil Siradj
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj. (Liputan 6 SCTV)

Liputan6.com, Jakarta - Sangat berbahaya bila masalah agama dibesar-besarkan, bahkan dijadikan faktor penyekat atau pemisah bagi warga sebangsa dan setanah air. Padahal, founding fathers atau para pendiri bangsa yang di dalamnya termasuk beberapa ulama dan pemuka agama telah sepakat menjadikan Indonesia sebagai negara kebangsaan. Hal ini dikemukakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj.

"Mereka sepakat bahwa Indonesia itu nation atau negara kebangsaan atau dalam Bahasa Arab, Darussalam, negara yang damai. Semua warga bangsa diberlakukan sama tidak pandang agama dan sukunya apa, semuanya adalah saudara satu bangsa satu warga," ucap Said Aqil Siradj berbincang dengan reporter Liputan 6 SCTV Realino Oscar di Kantor PBNU, Jakarta, beberapa hari lalu.

Kiai yang kini berusia 63 tahun itu pun mengingatkan jangan menggunakan agama untuk tujuan politik. "Mari kita gunakan politik untuk memperkuat agama. Memperkuat agama bukan harus menghantam yang lain."

Said Aqil yang saat ini memimpin organisasi massa Islam terbesar di Indonesia untuk periode kedua itu mencontohkan pada dirinya sendiri. Ia menjadikan agama sebagai nilai yang selalu mewarnai kehidupan sehari-hari dalam menjalankan tugas politik.

"Tidak usah negara Islam, tidak usah politik Islam, tapi Islam jadikan nilai-nilai universal basic dasar perpolitikan. Akhlak kita, moral kita, budaya kita," ujar profesor bidang akidah dan filsafat Islam lulusan Universitas Umm al-Qura, Kota Mekah, Arab Saudi.

Pembina sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Kyai Haji Aqiel Siroj (KHAS) Kempek Cirebon ini juga menyoroti isu agama ditunggangi kepentingan politik yang berembus selama proses Pilkada DKI Jakarta. Beberapa demonstrasi tersebut terkait kasus dugaan penistaan agama yang sedang dihadapi calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Yang tidak senang Ahok, ya jangan milih Ahok. Yang tidak senang Anies, ya jangan milih Anies. Sudah titik, selesai. Anda senangnya siapa? Anies, ya sudah pilih Anies. Anda milih siapa? Ahok, ya pilih Ahok. Enggak usah demo tiga juta orang," Said Aqil menekankan.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj. (Liputan 6 SCTV)

Apalagi, menurut dia, berbagai demonstrasi seperti itu tidak membuahkan hasil apa-apa. "Waktu, energi, uang, pikiran minimal tiga hari persiapan. Itu kalau digunakan dengan hal yang lain sangat positif sekali."

Terlebih salat Jumat di kawasan Monas, Jakarta Pusat. "Saya atau kita salat di masjid dengan niat tulus ibadah saja belum tentu kualitasnya seperti apa. Belum tentu kualitasnya baik."

"Saya salat di masjid niat salat karena Allah Ta'ala, tidak tahu diterima oleh Allah SWT. Apalagi, niat salat dari rumah bertujuan untuk berpolitik," ia menambahkan.

Visi NU Merawat Persatuan

Menyoal arah organisasi kaum nahdiyin yang dipimpinnya, Said Aqil menekankan mengenai garis perjuangan NU. Ia mengatakan, visi dirinya dan NU tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang dan seterusnya.

"Katakanlah kalau sekarang Empat Pilar ya, kalau zaman Gus Dur (Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid) dulu enggak ada. Bahwa NKRI dan Pancasila sudah final. Pada 1926 (Khitah NU) saya katakan tadi. Kemudian dikuatkan lagi, dimantapkan lagi ketika Gus Dur jadi Ketua PBNU 1984 di Jawa Timur.

Ketika itu, menurut dia, NU menerima asas Pancasila sebagai satu-satunya kebinekaan di Indonesia. "Jadi mimpi untuk untuk mendirikan Negara Islam tertutup rapat. Karena ketika ada peluang sekecil apa pun, memberikan peluang untuk radikalisme."

"Maka, NU mengatakan pada tahun 1984 pada zaman Kaii Ahmad Sidiq dan Gus Dur, mimpi mengubah untuk Indonesia menjadi negara Islam sudah tertutup rapat-rapat," Said Aqil membeberkan.

Adapun demi memupuk semangat persatuan dan kesatuan sejak dini, ia menyarankan pendidikan formal Pancasila dan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dihidupkan kembali.

"Bukan semangat mempertahankan penguasa. Dulu zaman Pak Soeharto semangatnya untuk mempertahankan penguasa. Kalau ini enggak. Dengan semangat mempertahankan negara Indonesia," Said Aqil menyarankan.

Lalu, bagaimana imbauan Ketua Umum PBNU tersebut terhadap kaum muslim di Tanah Air? Simak selengkapnya video wawancara Liputan 6 SCTV dengan Said Aqil Siradj berikut ini.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya