Miryam S Haryani Minta Hakim Batalkan Status Tersangkanya

Sidang perdana permohonan praperadilan politikus Partai Hanura Miryam S Haryani digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 15 Mei 2017, 13:31 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2017, 13:31 WIB
KPK Periksa Miryam sebagai Tersangka-JAkarta- Helmi Afandi-20170512
Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 Juncto Pasal 35 UU Tipikor, yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana penjara singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana permohonan praperadilan politikus Partai Hanura Miryam S Haryani digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah sempat tertunda sepekan. Permohonan praperadilan ini dilayangkan terkait penetapan tersangka kepada Miryam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada permohonan, tim pengacara Miryam meminta agar hakim tunggal Asiadi Sembiring membatalkan penetapan tersangka tersebut. Sebab KPK dianggap tak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP.

Miryam dijerat menggunakan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Bahwa Pasal 22 UU Tipikor terletak pada BAB III tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi," ujar salah satu pengacara Miryam, Mita Mulia dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2017).

Menurut dia, berdasarkan Pasal 6 Tugas Wewenang dan Kewajiban pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pemohon (Miryam) berdasarkan Pasal 22 UU Tipikor.

"Dengan demikian penetapan tersangka terhadap pemohon yang diterbitkan termohon patut untuk dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Mita.

1 Alat Bukti

Pengacara Miryam S Haryani lainnya, Aga Khan, menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan KPK tanpa disertai dua alat bukti yang sah. KPK dianggap hanya memiliki satu alat bukti untuk menjerat kliennya.

Miryam ditetapkan sebagai tersangka dugaan memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Pada persidangan itu, Miryam yang mencabut keterangan dalam BAP karena mengaku mendapat ancaman saat diperiksa penyidik KPK dikonfrontasi dengan Novel Baswedan. Miryam juga menyebut telah bertemu dengan pengacaranya Elza Syarief untuk berkonsultasi terkait kasusnya.

Sementara dua bukti permulaan yang digunakan KPK dalam kasus Miryam ini adalah keterangan Elza Syarief dan putusan hakim atas perkara Irman dan Sugiharto yang memuat keterangan Novel Baswedan.

Padahal hingga saat ini, putusan hakim atas perkara terdakwa Irman dan Sugiharto masih belum keluar. Sebab masih dalam tingkat pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

"Berdasarkan hal tersebut terbukti penetapan tersangka terhadap pemohon oleh termohon dilakukan tanpa adanya dua alat bukti yang sah. Oleh karena itu penetapan tersangka a quo patut untuk dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," jelas Aga.

Aga mengatakan, berdasarkan uraian tersebut, pihaknya meminta hakim yang mengadili perkara ini berkenan memutus, menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Selain itu, menyatakan tidak sah penetapan tersangka atas nama pemohon Miryam S Haryani oleh termohon.

Kemudian, menyatakan surat perintah penyidikan Nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017, tanggal 5 April 2017 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait peristiwa sebagaiman dimaksud dalam Pasal 22 jo Pasal 35 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20/2001 tentang Tipikor adalah tidak sah dan berdasar hukum.

Selanjutnya, menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan tersangka pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon," kata Aga.

"Memulihkan hak-hak pemohon baik dalam kedudukan, harkat serta martabatnya. Menghukum termohon untuk membayar ongkos perkara," sambung pengacara Miryam S Haryani itu.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya