Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT) para kepala daerah di Tanah Air. Terbaru, KPK melakukan OTT di Cilegon, Banten.
Sebanyak 10 orang ditangkap dalam kasus yang melibatkan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Mereka kemudian diboyong ke Gedung KPK, Jakarta Selatan, untuk diperiksa lebih lanjut.Â
KPK lalu menetapkan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi sebagai tersangka suap. Iman ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang lainnya.
Advertisement
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan enam orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu 23 Â September 2017.
Keenam tersangka meliputi, tiga orang terduga penerima suap yakni Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi (TIA), Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon Ahmad Dita Prawira (ADP), dan pihak swasta Hendry.
Serta tiga orang terduga pemberi suap yakni Project Manager PT BA Bayu Dwinanto Utama (BDU), Dirut PT KIEC Tubagus Donny Sugihmukti (TDS), dan Legal Manager PT KIEC Eka Wandoro (EW).
"Diindikasikan pemberian suap bertujuan untuk memuluskan proses perizinan yaitu rekomendasi AMDAL," tutur Basaria.
Pihak pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
KPK menjerat pihak penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Basaria mengatakan, uang Rp 1,15 miliar ikut disita dalam operasi tersebut. Uang tersebut berasal dari ketika KPK mengamankan YA (CEO Cilegon United Football Club) di kantor Bank BJB Cilegon sesaat setelah ia melakukan penarikan uang sejumlah Rp 800 juta. Uang juga berasal ketika Tim KPK mendatangi kantor Cilegon United Football Club dan mengamankan uang sejumlah Rp 352 juta.
Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen senilai Rp 1,5 miliar yang diduga diberikan untuk Wali Kota Cilegon Tb Iman Ariyadi melalui transfer dari PT KIEC dan PT BA melalui Cilegon United Football Club agar dikeluarkan perizinan untuk pembangunan Transmart.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
3 Kepala Daerah Jadi Tersangka Dalam 1 Bulan
KPK gencar melakukan OTT kepala daerah belakangan ini. Dalam September 2017, ini KPK menangkap tiga kepala daerah yang terbelit korupsi.
KPK menetapkan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi sebagai tersangka setelah menyerahkan diri pada Jumat malam 22 September 2017 setelah KPK melakukan OTT. Pada pertengahan September 2017, tepatnya 16 September KPK menangkap Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.
KPK menetapkannya sebagai tersangka karena diduga terlibat tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, terkait proyek pengadaan mebel di Pemerintah Kota Batu tahun anggaran 2017.
Tim Satgas pada Rabu, 13 September 2017 juga melakukan OTT dan akhirnya menetapkan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen sebagai tersangka kasus dugaan suap, terkait pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Pada Selasa malam, 29 Agustus 2017 malam, KPK menangkap Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno. Dia kemudian dijadikan tersangka karena menerima suap terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal tahun anggaran 2017.
Pada awal Agustus, KPK juga menetapkan Bupati Pamekasan Ahmad Syafii (ASY) dan empat orang lainnya sebagai tersangka setelah terjerat OTT.
Dalam kasus ini, para pejabat di Pemerintah Kabupaten Pamekasan diduga memberikan janji atau hadiah kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan sebesar Rp 250 juta. Suap diberikan untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejari dalam korupsi proyek infrastruktur senilai Rp 100 juta yang menggunakan dana desa.
KPK juga menangkap Bupati Bengkulu Ridwan Mukti dan sejumlah orang lainnya pada Selasa 20 Juni 2017. Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka suap dua proyek pembangunan jalan di Provinsi Bengkulu.
Â
Advertisement
Korupsi Kambuh
Banten merupakan salah satu provinsi yang menjadi perhatian KPK. Namun, KPK tak bisa selalu mengawasinya. Saat itulah, transaksi suap terjadi kembali. Hal ini menimpa Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi
"Provinsi Banten itu salah satu dari 6 perhatian dan prioritas KPK dalam pencegahan. Dan tim kita beri perhatian khusus untuk tata kelola dan lainnya," kata pimpinan KPK Saut Situmorang kepada Liputan6.com, di Jakarta, Sabtu 23 September 2017.
Menurut dia, tak mudah mengawasi aparatur di wilayah. Terlebih, ini berkaitan dengan manusia. "Itu beda lagi. Diawasi juga kan enggak 24 jam. Pas kita pulang, kambuh," jelas Saut.
Sementara itu, sejumlah warga Kota Cilegon, Banten, sujud syukur setelah mendengar kabar 10 pejabat Pemerintah Kota Cilegon ditangkap KPK pada Jumat, 22 September malam.
Sujud syukur tersebut dilakukan di pantai saat warga tengah berwisata di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten.
"KPK jangan pernah berhenti membersihkan korupsi di Cilegon. Di Cilegon itu dinastinya juga kuat," kata warga Cilegon, Yoseph Aulia, usai sujud syukur di pantai Ujung Kulon, Banten, Sabtu (23/09/2017).
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, OTT adalah bentuk kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah itu.
"Ada OTT indikator itu kepercayaan publik kepada KPK, dan indikator ketidakpercayaan dengan aparat hukum setempat," ucap Fickar dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/9/2017).
Di tempat yang sama, politikus PPP Arsul Sani justru menilai berbeda. Dia mengatakan apa yang dilakukan KPK justru menghilangnya fungsi pencegahan. "Itu justru fungsi pencegahan KPK tidak berjalan," kata dia.
Menurut Arsul, hal ini bukan meminta lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu berhenti menangkap tangan kepala daerah atau koruptor. Akan tetapi, harus ada lebih sistematis.
"Ini bukan untuk meminta KPK berhenti. Silakan saja OTT, tapi harus TSM (terstruktur, sistematis, massif). Tunjukkan dengan kasus-kasus yang besar," kata dia.
Sementara, peneliti ICW Tama S Langkun menuturkan, pencegahan sudah berjalan. Namun, bukan hanya dilakukan KPK, melainkan juga seluruh lembaga penegak hukum.
"Omong kosong kalau fungsi pencegahan berjalan jika lembaga lain tidak bekerja. KPK bisa enggak mengawasi Indonesia? Kan tidak didesain seperti ini. Maka perlu penguatan lembaga-lembaga negara. Inspektorat yang dianggap lemah, harus diubah paradigmanya," tandas Tama.
Sosok TB Iman Aryadi
Melansir data dari acch.kpk.go.id pada Sabtu (23/9/2017), total harta kekayaan terakhir yang dilaporkan Wali Kota Cilegon Iman Aryadi pada 19 Mei 2016 sebanyak Rp 21.642.738.273. Sebelumnya, pada 14 Juli 2015, harta kekayaan putra mantan Wali Kota Cilegon Aat Syafaat itu Rp 9.317.144.678.
Adapun harta yang dimiliki Iman terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak.
Untuk harta tidak bergerak, politikus Partai Golkar itu diketahui memiliki enam aset tanah dan bangunan di Cilegon, Tangerang, dan Serang. Total nilai aset mencapai Rp 18.555.423.000.
Sementara untuk harta bergerak, berupa tiga unit mobil mewah dan tiga unit motor. Kendaraan tersebut memiliki nilai Rp 1.555.000.000.
Mobil mewah yang dimiliki Iman adalah BMW keluaran 2013 serta dua mobil Alphard keluaran 2013 dan 2016. Dia juga memiliki satu motor Kawasaki Ninja tahun 2005.
Selain itu, Wali Kota Cilegon itu juga memiliki logam mulia serta barang seni dan antik dengan nilai total mencapai Rp 396.000.000. Ada pula surat berharga senilai Rp 382.975.231 serta harta berupa giro dan setara kas lainnya sebanyak Rp 754.340.042.
Tidak hanya kali ini saja, Wali Kota Cilegon terjerat kasus korupsi. Wali Kota sebelumnya, Aat Syafaat pernah terjerat kasus korupsi. Aat merupakan ayah kandung dari Iman Ariyadi.
KPK menetapkan Aat Syafaat sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Trestle Kubangsari, Kota Cilegon, pada April 2012. Aat diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan menyalahgunakan wewenang yang menimbulkan kerugian negara.
Selain itu Aat juga dinilai melakukan rekayasa pemenang lelang, dan menggelembungkan harga pembangunan dermaga, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 11,5 miliar.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang lalu menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan terhadap mantan Wali Kota Cilegon Aat Syafaat. Ia terbukti melakukan korupsi pembangunan Dermaga Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 400 juta dan membayar uang pengganti Rp 7,5 miliar.
Advertisement