6 Menteri Jokowi yang Pernah Jadi Santri

Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober 2017 sebagai Hari Santri Nasional. Ini menteri Jokowi yang merupakan lulusan pondok pesantren.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 22 Okt 2017, 07:03 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2017, 07:03 WIB
Rapat Terbatas Jokowi Bahas Pengaturan Transportasi Online
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (18/7). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober 2017 sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan hari santri ini dideklarasikan Presiden Jokowi pada 22 Oktober 2015.

Tentu saja hal ini mendapatkan sambutan dari para santri maupun seluruh pihak yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Pada peringatan di tahun ketiga, puncak perayaan hari santri akan digelar di Bandung, Jawa Barat, yang dimulai pada 22 Oktober 2017.

Adapun tema yang diambil adalah "Santri Mandiri, NKRI Hebat". Tema ini menegaskan radikalisme atas nama agama, ideologi khilafah anti-Pancasila, bukanlah mazhab santri Nusantara.

Dalam sejumlah kunjungan kerja ke daerah, Presiden Jokowi memang kerap menyelipkan agenda bersilaturahmi ke pondok pesantren.

Dia pun selama di kenal cukup dekat dengan kalangan ulama dan pengasuh pondok pesantren, di antaranya Ketua Umum MUI KH Maaruf Amin, yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Banten, Ketua Dewan Syuro PPP KH Maimoen Zubair, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, dan Ketua MUI Jawa Tengah Habib Lutfhi bin Yahya.

Tak hanya dekat dengan para tokoh pesantren, sejumlah menteri atau pejabat setingkatnya di kabinet kerja merupakan alumnus Pondok Pesantren.

Berikut enam kenteri di Kabinet Jokowi-JK yang pernah nyantri di pondok pesantren:

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri memberikan sosialisasi pemahaman hubungan industrial bagi dunia pendidikan di SMK Merah Putih.

Sebelum menjadi menteri, Hanif Dakhiri lebih dikenal sebagai politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pria kelahiran Semarang, 6 Juni 1972 itu rupanya sempat mengenyam pendidikan di pondok pesantren, yaitu tepatnya di SMA Al-Muayyad, yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Al Muayyad Solo.

Selepas SMA, putra pasangan Zuhri Maksum, sementara ibunya bernama Hj. Siti Hafsoh itu aktivitas organisasinya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Komisariat IAIN Salatiga hingga 1992.

Karir politiknya di mulai dengan bergabung ke Partai Kebangkitan Bangsa sejak 1998, sehingga ia dianggap generasi awal partai ini.

Dia lalu dipercaya menjadi Wakil Sekjen DPP PKB untuk kurun waktu 2005 hingga 2010, menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Koordinasi Nasional Gerakan Pemuda PKB sejak 2006 hingga 2010, lalu menjadi Ketua DPP PKB.

Pada kurun waktu 2010 hingga 2014, ia menjadi Ketua Umum DKN Garda Bangsa dan terpilih menjadi Sekjen DPP PKB pada tahun 2014. Pada tahun 2006 hingga 2007, ia menjadi Staf Khusus Menakertrans.

Selama menjalankan amanat sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dari Dapil Jawa Tengah X, ia bergabung dalam komisi IX, menjadi Sekretaris Fraksi PKB, dan tergabung dalam Badan Anggaran.

Pada 2014, ia akhirnya ditunjuk menjadi Menteri Ketenagakerjaan dalam Kabinet Kerja.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan sambutan saat meresmikan pemajangan potongan Kiswah (kain penutup Kakbah) hadiah dari Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (10/3). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lukman Hakim Saifuddin menjadi satu-satunya menteri dari kabinet era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tetap dipertahankan oleh Jokowi ketika membentuk Kabinet Kerja pada 27 Oktober 2014.

Karier Lukman sebagai menteri di mulai pada 9 Juni 2014. Lukman Hakim resmi dilantik oleh Presiden SBY menggantikan Suryadharma Ali yang mengundurkan diri karena terlibat kasus dugaan korupsi dana haji di Kementerian Agama.

Lukman Hakim sendiri merupakan salah seorang alumni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, yang berkarier moncer di pemerintahan.

Anak dari mantan Menteri Agama di era Bung Karno, Saifuddin Zuhri, itu memulai karier politiknya di Persatuan Pembangunan (PPP).

Keberadaannya di PPP mulai awal dekade 1990-an menjadi simbol munculnya generasi baru di partai Islam. Dan belakangan ini hampir 80 persen dari kepengurusan PPP tingkat pusat didominasi kaum muda.

Secara resmi menjadi pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada awal 1994 sebagai anggota Lembaga Pusat Pendidikan dan Latihan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, lalu menjadi Ketua di lembaga tersebut pada 1999-2003.

Lukman juga menduduki posisi Sekretaris Pengurus Harian Pusat DPP PPP periode 2003-2007.

Wamenlu AM Fachir

Wakil Menlu AM Fachir. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Belum banyak yang mengetahui bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir (AM Fachir) merupakan lulusan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur.

Tak hanya di Gontor, bahkan Fachir juga pernah menimba ilmu di Pesantren Wali Songo Ngabar.

Pendidikan agama memang sudah melekat pada Fachir sejak muda. Selepas mengenyam pendidikan di pesantren, Fachir melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Sastra dan Bahasa Arab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Selama berkuliah ia pernah mengikuti pertukaran pemuda ASEAN-Jepang (Nippon Maru) 1978.

Fachir pernah membuat prestasi membanggakan dengan menciptakan sistem pendataan mahasiswa Indonesia yang diberi nama Simadu "Sistem Informasi Terpadu" dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Bahkan, sistem ini dapat digunakan oleh Al-Azhar untuk mengecek data mahasiswa Indonesia di Mesir.

Sejumlah jabatan stategis sebagai diplomat pernah diemban oleh pria kelahiran Banjarmasin, 26 November 1957 ini. Fachir pernah ditugaskan di KBRI Baghdad sejak tahun 1988 hingga tahun 1992.

Pria 56 tahun ini juga pernah menjadi perutusan tetap Republik Indonesia untuk PBB di New York sebagai penanggung jawab satuan tugas GNB di tahun 1995 hingga 1999.

Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri 2002 hingga 2004, ia menjabat sebagai kepala biro naskah dan penerjemahan sekertaris negara sekaligus penerjemah resmi Presiden Megawati Soekarnoputri.

Selanjutnya, di tahun 2004 ia diamanatkan sebagai wakil kepala perwakilan di Malaysia. Kemudian pada 2007 Fachir menjadi kuasa usaha AD interim. Pada tahun yang sama, ia menjabat sebagai Duta Besar Mesir.

Dia menjabat sebagai Duta Besar Arab Saudi di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014, sebelum kini menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di era Presiden Joko Widodo.

 

Menpora Imam Nahrawi

Menpora, Imam Nahrawi  saat diwawancara tim bola.com di Kantor Kemenpora, Jakarta, Selasa (03/04/2017). Pertemuan ini untuk mendengar tanggapan Menpora terkait kesiapan  Asian Games 2018. (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi merupakan salah satu menteri yang pernah merasakan bangku pendidikan di Pesantren.

Dia merupakan Alumni Pondok Pesantren Al Kholiliyah An Nuroniyah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Sebagai alumni pesantren, Imam Nahrawi mempunyai sejumlah program kerja yang dikhususnya unutk mengembangkan kemampuan para santri di bidang ola raga dan kepemudaan. Salah satu program yang dibuat, yaitu pembentukan kompetisi sepak bola Liga Santri Nasional yang diikuti oleh berbagai pesantren dari seluruh Indonesia.

Imam sempat unjuk kebolehan membaca kitab kuning di hadapan ribuan santri Pondok Pesantren Al Fadlu, Kendal Jawa Tengah.

"Sudah lama saya tidak baca kitab kuning. Alhamdulillah masih bisa meski tidak sempurna," ujar Imam usai membaca kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali dalam siaran pers.

Sebagai ilmu pengetahuan, kitab kuning, kata Imam, secara subtansi mengajarkan Islam yang moderat, tapi dengan tetap memegang prinsip.

"Jangan sampai kitab kuning yang menjadi khazanah Islam Nusantara ini dicuri dan disalahgunakan oleh kelompok lain yang seolah-olah peduli ke pesantren, tapi praktik politiknya justru menghabisi pesantren," kata Imam, 2 April 2017.

Menristekdikti M Nasir

Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir saat melakukan kunjungan ke Liputan6.com, Jakarta, Kamis (21/7). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Presiden Joko Widodo resmi melantik Muhammad Nasir menempati pos menteri yang baru dibentuk, yaitu Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Sebelumnya dilantik menjadi menteri, dia adalah Rektor terpilih Universitas Diponegoro, Semarang, untuk periode 2014–2018 sampai dilantik menjadi menteri pada 26 Oktober 2014.

Nasir, yang pernah menjabat sebagai Komisi Ekonomi Syari’ah di Majelis Ulama Indonesia Jawa tengah itu merupakan alumnus di dua pondok pesantren di Jawa Tengah.

Dia menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah (MTs)di Pondok Pesantren Mambaul Ilmi Asy-Syar’y Sarang, Rembang dan saat SMA dia menjadi santri di Pondok Pesantren Al-Islah, Kediri.

Kiprah Mohamad Nasir di bidang pendidikan tinggi memang sudah dimulai sejak 1990. Kala itu, ia menjadi dosen tetap Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Pada tahun 2006, Mohamad Nasir mengemban tugas sebagai Pembantu Rektor II (Bidang Keuangan dan Sumber Daya) Universitas Diponegoro Semarang. Ia terpilih menjadi Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP dengan masa jabatan 2011-2014.

 

Kepala UKP-PIP Yudi Latif

Kepala UKP-PIP, Yudi Latif memberi sambutan saat acara penghargaan Prestasi Penyelenggaraan Lebaran 2017 kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Jakarta, Selasa (1/8). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Joko Widodo menunjuk Yudi Latif sebagai Kepala Pelaksana Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Yudi dikenal sebagai aktivis dan cendekiawan dengan pemikirannya tentang keagamaan dan kenegaraan.

Salah satu pemikirannya tentang Pancasila ia tuangkan dalam buku berjudul Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila. Sejak saat itu, Yudi Latif dikenal sebagai pemikir Pancasila.

Yudi, yang merupakan Alumnus Pondok Pesantren Darussalam Gontor, ini ingin ke depan Pancasila dikembangkan secara horizontal dengan melibatkan segenap komponen kebangsaan.

Selain pemerintah, kaum intelektual, pemuka agama, seniman, masyarakat media, masyarakat sipil, pemangku adat, dan sebagainya bisa terlibat.

Selain itu, Yudi ingin Pancasila ditempatkan sebagai alat ukur untuk menakar kebijakan negara, menjadi alat kritik kebijakan publik.

Yudi lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 26 Agustus 1964. Dia, menamatkan studi S1 pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran pada 1990, S2 dalam sosiologi politik dari Australian National University pada 1999, dan S3 dalam sosiologi politik dan komunikasi dari Australian National University pada 2004.

Karier penelitiannya dimulai ketika bergabung dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1993. Pada saat bersamaan, ia terlibat sebagai editor tamu pada Center for Information and Development Studies (CIDES), Peneliti senior pada Center for Presidential and Parliamentary Studies (CPPS), dan Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID) Universitas Paramadina.

Di luar bidang akademik, Yudi juga seorang penulis yang produktif. Dia menulis dan punya rubrik tetap di sejumlah media massa.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya