Liputan6.com, Jakarta Stroke, serangan mendadak yang mengganggu aliran darah ke otak, dapat menyebabkan berbagai disabilitas, termasuk disabilitas daksa atau disabilitas fisik yang memengaruhi kemampuan gerak. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan sel otak yang mengontrol fungsi motorik, bicara, dan bahkan fungsi kognitif.
Disabilitas daksa akibat stroke dapat bervariasi, mulai dari kelumpuhan ringan hingga kelumpuhan berat, tergantung pada area otak yang terkena dampak. Selain itu, stroke juga dapat memicu gangguan mental seperti depresi dan perubahan suasana hati yang ekstrem.
Baca Juga
Pemahaman tentang penyebab, gejala, dan pencegahan stroke sangat penting untuk mengurangi risiko disabilitas dan meningkatkan kualitas hidup. “Kehilangan fungsi tubuh mendadak dengan keterbatasan melakukan aktivitas keseharian pasti akan menyebabkan kekecewaan dan frustrasi,” ujar dokter spesialis saraf Rumah Sakit Pondok Indah, Puri Indah Marcus Adityawan Bahroen .
Advertisement
Penyebab Stroke: Faktor Risiko yang Perlu Diperhatikan
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu, baik karena penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Beberapa faktor meningkatkan risiko seseorang mengalami stroke, termasuk tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, merokok, obesitas, dan riwayat keluarga stroke.
Faktor gaya hidup juga berperan penting. Kurangnya aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, dan konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan risiko. Selain itu, kondisi medis tertentu seperti fibrilasi atrium (aritmia jantung) juga dapat meningkatkan risiko stroke.
Usia juga menjadi faktor risiko. Semakin tua usia seseorang, semakin tinggi risiko terkena stroke. Meskipun stroke lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 55 tahun, penting untuk diingat bahwa siapa pun dapat terkena stroke, bahkan di usia muda.
Advertisement
Disabilitas Daksa Akibat Stroke: Dampak pada Kemampuan Gerak
Disabilitas daksa, atau disabilitas fisik, merupakan dampak umum dari stroke. Kerusakan pada area otak yang mengontrol gerakan dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan pada satu sisi tubuh (hemiparesis), kesulitan mengontrol gerakan, dan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tingkat keparahan disabilitas daksa bervariasi tergantung pada lokasi dan luasnya kerusakan otak. Beberapa individu mungkin mengalami kesulitan ringan dalam mengontrol gerakan, sementara yang lain mungkin mengalami kelumpuhan total pada satu atau lebih anggota tubuh. Rehabilitasi intensif, termasuk fisioterapi dan terapi okupasi, sangat penting untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan kualitas hidup.
"Jika terkena di area yang mengatur kekuatan motorik anggota gerak, pasien bisa mengalami lumpuh. Sementara, jika terkena pada area yang mengatur fungsi menelan, pasien dapat sulit menelan. Gejala dapat sangat bervariasi, contohnya terjadi gangguan sensorik, gangguan penglihatan, gangguan bicara baik gangguan saat mengungkapkan ataupun menangkap maksud dari pembicaraan orang lain. Gangguan juga dapat berupa pelo atau sengau saja. Dapat terjadi juga gangguan fungsi berpikir,” kata Marcus pada Liputan6.com, ditulis Kamis (10/2/2022).
Disabilitas Mental Akibat Stroke: Dampak Emosional dan Kognitif
Stroke tidak hanya berdampak pada fungsi fisik, tetapi juga dapat menyebabkan disabilitas mental. Kerusakan otak dapat mengganggu fungsi kognitif, seperti memori, perhatian, dan kemampuan berpikir. Ini dapat menyebabkan kesulitan dalam belajar, bekerja, dan berinteraksi sosial.
Selain itu, stroke juga dapat memicu masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Kehilangan fungsi tubuh secara tiba-tiba dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan frustrasi, kesedihan, dan isolasi sosial. Dukungan psikologis sangat penting untuk membantu pasien mengatasi dampak emosional stroke.
"Tidak hanya disabilitas daksa," kata Marcus. "Stroke dapat memicu kelainan mental yang dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, kelainan mental organik karena kerusakan sel. Contohnya, pseudobulbar affect yaitu tertawa dan menangis terpaksa yang tidak wajar karena gangguan sistem saraf. Sedangkan kelainan mental non organik/psikiatrik contohnya depresi. Ini sangat rentan terjadi pada pasien setelah stroke."
Advertisement
Mencegah Stroke: Langkah-langkah untuk Menjaga Kesehatan
Mencegah stroke lebih baik daripada mengobatinya. Adopsi gaya hidup sehat merupakan langkah penting dalam mengurangi risiko stroke. Ini termasuk:
- Mengontrol tekanan darah dan kolesterol
- Mengatur kadar gula darah jika menderita diabetes
- Berhenti merokok
- Menjaga berat badan ideal
- Berolahraga secara teratur
- Mengonsumsi makanan sehat dan seimbang
- Membatasi konsumsi alkohol
- Mengontrol stres
Selain itu, penting untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur dan berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala stroke, seperti kelemahan pada satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan, atau sakit kepala hebat yang tiba-tiba.
Deteksi dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk meminimalkan dampak stroke dan meningkatkan peluang pemulihan. Jangan ragu untuk mencari bantuan medis segera jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala stroke.
Usia Rentan dan Perbedaan Pemulihan
Meskipun risiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia, terutama di atas 55 tahun, individu di usia berapa pun dapat terkena. "Disabilitasnya tetap sama setelah terkena stroke, berapapun usianya." jelas dr. Marcus. Seorang berusia 20 tahun dengan sumbatan besar di otak besar tetap akan mengalami kelumpuhan.
Perbedaannya terletak pada potensi pemulihan. Pasien muda cenderung memiliki respons yang lebih baik terhadap terapi dan rehabilitasi dibandingkan pasien yang lebih tua. Namun, ini bukan jaminan, dan setiap kasus perlu penanganan individual yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Komorbiditas atau penyakit penyerta juga meningkatkan risiko dan dapat mempengaruhi proses pemulihan. Oleh karena itu, penting untuk mengelola kondisi medis yang sudah ada untuk mengurangi risiko stroke dan meningkatkan peluang pemulihan yang optimal.
Advertisement
