Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Wahid Foundation menggelar survei terkait kehidupan tolerasi dan keagamaan. Hasilnya menunjukan muslim Indonesia sepakat bahwa Pancasila dan UUD '45 baik bagi kehidupan berbangsa.
Hal itu tertuang dari hasil survei "Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia" pada Oktober 2017, di Hotel JS Luwansa, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (29/1/2018).
Baca Juga
Dari hasil survei tersebut, mayoritas responden baik laki-laki dan perempuan setuju Pancasila dan UUD 1945 terbaik bagi bangsa Indonesia, yaitu laki-laki sebanyak 84,9 persen dan perempuan sebanyak 79,2 persen.
Advertisement
Survei tersebut dilakukan dalam dua rentang waktu, yaitu Maret-April 2016 serta Oktober 2017. Di dalam survei ini sebanyak 1.500 reponden dilibatkan dengan komposisi 50 persen responden laki-laki dan 50 persen responden perempuan.
Sementara margin of error kurang-lebih 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dilakukan melalui wawancara. Sebanyak 54,7 persen survei digelar di Jawa. Selain itu, sisanya dilakukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Bali.
Â
LGBT, Komunis dan Sentimen Anticina
Dalam survei tersebut juga terlihat bagaimana komunitas LGBT tidak disukai kaum muslimin Indonesia. Pada survei 2016, kelompok LGBT menempati posisi teratas dari 10 kelompok yang tidak disukai, yaitu mencapai 26,1 persen. Disusul komunis sebanyak 16,7 persen responden, dan Yahudi sebanyak 10,6 persen.
Namun, pada survei Oktober 2017, tren kelompok yang tidak disukai berbalik. Komunis berada di rangking atas dengan angka 21,9, LGBT 17,8 persen, dan Yahudi 7,1 persen.
"Ini hubungannya memang kalau kita lihat dengan isu-isu yang dipakai untuk menyerang Presiden Jokowi. Jadi intinya ini hubungannya politik sebenarnya," kata Yenny Wahid dalam paparan hasil survei.
Dalam paparan itu juga diperlihatkan hubungan sosial antara masyarakat Cina dengan kaum muslimin. Meski ada sentimen negatif dengan isu yang menerpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, namun tidak berpengaruh pada kaum muslimin.
"Walaupun dengan begitu kental retorika yang menghantam Pak Basuki Tjahaja Purnama, retorika anti-Cina ternyata enggak signifikan hasilnya, yakni hanya 0,4 dan 0,7%," tutur Yenny.
Advertisement