Liputan6.com, Jakarta - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) untuk kasusnya. Adapun yang dijadikan novum atau bukti baru adalah putusan sidang Buni Yani.
Mahkamah Agung (MA) menilai, Ahok bisa mengajukan PK dengan alasan apa pun. Sebab, nantinya akan diuji dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Alasan apa pun yang diajukan pemohon itu sah-sah saja, tidak dilarang. Semuanya tergantung oleh Majelis Hakim yang menyidangkan. Kita tidak bisa menjawab di sini, boleh tidak boleh," ucap Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, di kantornya, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Advertisement
Menurut Abdullah, yang paling tahu proses hukum tersebut adalah PN Jakut. Karena itu, semuanya dikembalikan ke pengadilan.
"Karena yang paling tahu, proses prosedur, serta subtansinya (kasus Ahok) adalah hakim majelis pemeriksa berkas perkara," ungkap Abdullah.
Ketua MA
Hal senada diungkapkan Ketua MA Hatta Ali. Dia mengatakan, meskipun kuasa hukum memiliki dasar, hakimlah yang nanti melakukan pengujian terhadap novum tersebut.
"Yang bisa menjawab majelis hakim yang menyidangkan," kata Hatta Ali.
Hatta menambahkan, "Saya rasa pengacara akan tahu, apakah bisa dibuat menjadi novum baru atau tidak. Pengacara juga tahu. Nantinya pengadilan juga punya pendapat. Tidak otomatis pengacara menyatakan novum, berarti pengadilan (ikut). Semua itu berdasarkan pertimbangan hakim."
Advertisement
Ajukan PK 2 Februari
Sebelumnya, Basuki Tjahaha Purnama atau Ahok mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penodaan agama yang membelitnya. PK itu diajukan pada 2 Februari 2018.
Salah satu alasannya adalah adanya novum atau bukti baru berupa putusan Buni Yani, terpidana UU ITE di Pengadilan Negeri Bandung.
"Dia merujuk, membadingkan terhadap putusan Buni Yani. Terdakwa Buni Yani yang sudah jadi terpidana," ucap Humas PN Jakarta Utara, Jootje Sampaleng kepada Liputan6.com, Selasa (20/2/2018).
Meski demikian, Jootje masih mengunci rapat rincian dari upaya hukum tersebut. Dia mengatakan bahwa persidangan 26 Februari 2018 akan membuka pokok perkara yang diajukan Ahok.
"Tapi lebih jelas alasannya, memorinya bisa disampaikan pada persidangan nanti tanggal 26 Februari," kata Jootje.
Saksikan video pilihan di bawah ini: