Menjaga Perbedaan di Gereja Santa Maria de Fatima

Gereja yang terletak di Jalan Kemenangan III ini terdiri dari lima bangunan membentuk satu komplek khas bangunan rumah tinggal China.

oleh Lady Nuzulul Barkah Farisco diperbarui 16 Mar 2018, 09:24 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 09:24 WIB
Gereja Santa Maria de Fatima
Gereja Santa Maria de Fatima (Liputan6.com/Lady Farisco)

Liputan6.com, Jakarta - Glodok identik dengan pecinannya. Namun, tahukah Anda ada sebuah gereja dengan gaya bangunannya yang unik dengan ciri khas China? Gereja Santa Maria de Fatima atau Gereja Toasebio begitu masyarakat sekitar menyebutnya.

Gereja yang terletak di Jalan Kemenangan III ini terdiri dari lima bangunan membentuk satu komplek khas bangunan rumah tinggal China.

"Komplek gereja terdiri dari lima bangunan. Dulu antara bangunan pertama dan kedua ada ruang terbuka (halaman), kemudian setelah dibeli dan diubah jadi gereja, halamannya ditutup dan dijadikan bagian dalam gereja," terang salah satu Pastor di Gereja Toasebio Pastor Fernando, saat ditemui Liputan6.com, Glodok, Jakarta Barat, Senin 12 Maret 2018. 

Uniknya, altar tempat sembahyang dijadikan altar gereja yang didominasi warna merah dengan arsitektur China, sehingga tidak begitu terlihat jika bangunan ini merupakan sebuah gereja.

Jika memperhatikan secara seksama melalui simbol-simbol di gereja, barulah terlihat bahwa bangunan ini merupakan gereja Katolik.

Pria yang telah 3 tahun menjadi pastor di gereja dengan ciri khas China ini menjelaskan, banyak jemaat dari etnis Tionghoa, sehingga misa dengan bahasa Mandarin diadakan setiap seminggu sekali.

"Karena Gereja Santa Maria de Fatima ini terletak di kawasan pecinan, maka sebagian besar jemaatnya adalah etnis Tionghoa. Jadi setiap satu minggu sekali kita ada misa pakai bahasa Mandarin," ujarnya sambil disertai senyuman.

 

Rayakan Hari Besar China

Gereja Santa Maria de Fatima
Gereja Santa Maria de Fatima (Liputan6.com/Lady Farisco)

Selain itu ia menuturkan keunikan dari Gereja Toasebio adalah ikut merayakan hari besar etnis Tionghoa, seperti Tahun Baru Cina (Imlek).

"Salah satu keunikan yang saya temui di gereja ini adalah di sini kita ikut memeriahkan acara-acara etnis Tionghoa. Baru-baru ini kan tahun baru China, jadi semua dihias merah. Ramai sekali, gerejanya," tuturnya sambil diselingi candaan.

Pria yang sebelumnya pernah jadi pastor di Bangka dan Yogyakarta ini mengatakan, kekhasan bangunan gereja masih dijaga hingga saat ini berhubung Gereja Toasebio merupakan salah satu bangunan cagar budaya.

"Masih kita jaga khasnya bangunan gereja, karena bangunannya kan salah satu bangunan cagar budaya yang ditetapkan pemerintah," ujarnya.

Di samping Gereja Santa Maria de Fatima saat ini berdiri sebuah sekolah Katolik yang berafiliasi dengan gereja. 

"Tahun 1956 beberapa Pastor Jesuit saat itu meninggalkan daratan Tiongkok dan datang ke Jakarta. Oleh Bapak Uskup Agung Jakarta, diminta berkarya di wilayah Glodok. Selain bertugas di gereja, mereka juga berkarya di bidang pendidikan, maka didirikanlah sekolah RICCI di samping Gereja Katolik Santa Maria de Fatima, Toasebio. Nama “RICCI” sendiri diambil dari nama Mateo Ricci, seorang Pastor asing pertama yang berhasil dalam misi inkulturasi di Tiongkok," jelasnya.

 

Dari Rumah Berubah Jadi Gereja

Gereja Santa Maria de Fatima
Gereja Santa Maria de Fatima (Liputan6.com/Lady Farisco)

Bangunan asli Gereja Santa Maria de Fatima (Toasebio) hingga saat ini masih dipertahankan keasliannya.

Pastor Fernando menceritakan berdirinya Gereja Maria de Fatima (Toasebio) bermula dari pemberian tugas oleh Vikaris Apostoik Jakarta, Mgr. Adrianus Djajasepoetra, SJ kepada Pater Wilhelmus Krause Van Eeden, SJ pada tahun 1953, untuk membeli sebidang tanah di daerah Pecinan (sekarang bernama Petak Sembilan atau Toasebio).

Dibelilah rumah orang Tionghoa di daerah itu. Tujuan utama pembelian tanah itu adalah untuk mendirikan gereja, sekolah, dan asrama bagi orang Tionghoa Perantauan (Hoakiauw).

Rumah berarsitektur Tionghoa ini dibangun pada awal abad 19. Meskipun telah mengalami beberapa kali renovasi, namun tak menghilangkan keaslian bangunan.

"Dulu rumah ini dibeli dari seorang warga Tionghoa bermarga Tjioe, kemudian diubah menjadi gereja," tuturnya.

Ciri khas bubungan atapnya yang melengkung di ujungnya hingga sepasang patung singa di depan gereja masih dipertahankan hingga kini.

Warna cerah (merah, emas, hijau, dan biru) khas bangunan China terlihat mewarnai setiap sisi bangunan gereja.

 

Rencana Renovasi Gereja

Gereja Santa Maria de Fatima rencananya akan direnovasi baik itu skala besar maupun kecil.

"Ada rencana renovasi, namun masih membuat layout bagian mana saja yang akan direnovasi. Sebagai bangunan cagar budaya kan, tentunya harus memperhatikan kondisi bangunan," jelas Pastor Fernando.

Berdasarkan SK Gubernur, Gereja Santa Maria de Fatima ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya dengan No.cb.11/12/72. Tanggal 10 Januari 1972. Sehingga tak semudah itu untuk direnovasi.

Pastor Fernando berujar masalah pendanaan pun masih dirancang hingga saat ini.

"Dananya masih kita rancang, karena bangunan gereja adalah bangunan cagar budaya jadi dapat dana dari pemerintah juga. Kalau berkaitan dengan pemerintah maka semuanya kan harus transparan, makanya kita pikirkan matang-matang," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya