Kejagung Sebut Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Dua tersangka di antaranya adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga dan Dirut PT Pertamina Internasional Shipping.

oleh Nanda Perdana Putra Diperbarui 25 Feb 2025, 01:01 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2025, 01:01 WIB
Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah dan Produk Kilang Pertamina
Kejagung mengumumkan penetapan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Dua tersangka di antaranya adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga dan Dirut PT Pertamina Internasional Shipping. (Foto: Youtube Kejaksaan RI)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.

“Kerugian keuangan Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen,” tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

Qohar merinci komponen kerugian negara tersebut, yakni berasal dari kerugian ekspor dalam negeri, kerugian impor melalui broker, kerugian impor melalui broker, serta kerugian dikarenakan subsidi. Saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan penghitungan hingga menuju angka pasti.

“Dan karena ini selama lima tahun 2018-2023, nanti finalnya akan kami sampaikan setelah perhitungan oleh audit BPK sudah selesai, yang pasti kami sudah gelar perkara dengan BPK, sudah kami tuangkan dalam risalah hasil ekspose sehingga di sana ditemukan kerugian keuangan negara,” kata Qohar.

Kini ketujuh tersangka korupsi langsung ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung hari ini tanggal 24 Februari 2025. Mereka yang diumumkan sebagai tersangka dan langsung ditahan adalah sebagai berikut:

  1. Riva Siahaan (RS) selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga;
  2. Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional;
  3. Yoki Firnandi (YF) selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping;
  4. Agus Purwono (AP) selaku Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional;
  5. MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa;
  6. DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan
  7. YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.

 

Konstruksi Kasus Korupsi Minyak Mentah

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengulas posisi kasus secara singkat, bahwa pada tahun 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. 

“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta diwajibkan untuk menawarkan minyak bagian KKKS swasta kepada PT Pertamina,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025).

Menurut Harli, jika penawaran KKKS swasta ditolak oleh Pertamina, maka situasi tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor. 

“Bahwa dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISC dan atau PT KPI berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara. Jadi, mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya,” jelas dia.

Harli mengatakan, saat itu terjadi ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dengan alasan saat pandemi Covid-19 terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang. 

“Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang. Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah dikilang harus digantikan dengan minyak mentah impor, yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” Harli menandaskan.

 

Geledah Ditjen Migas Kementerian ESDM

Selain itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya juga melakukan penggeledahan di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jalan Rasuna Said, Kuningan, JakartaSelatan.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penggeledahan itu dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktok Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

“Pada penggeledahan dari pagi menjelang siang hingga sore hari, dilakukan di tiga tempat atau di tiga ruangan. Yang pertama di ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hulu, kemudian yang kedua di ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hilir, dan di ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Migas,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025).

Hasil dari penggeledahan tiga ruangan tersebut, penyidik menemukan lima dus dokumen, barang bukti elektronik berupa 15 unit handphone, satu unit laptop, dan empat soft file. Keseluruhan barang bukti kini tengah dibawa ke Kejagung dan akan dilakukan tindakan lanjutan.

“Setelah barang-barang tersebut ditemukan, dikumpulkan, maka oleh penyidik juga pada saat yang sama dilakukan penyitaan, berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor 23 dari Direktur Penyidikan. Tentu pada saatnya nanti bahwa penyidik akan memintakan persetujuan penyitaan terhadap barang-barang ini,” jelas dia.

 

Kejagung Sikapi Tata Kelola Gas

Harli menyatakan, dalam perkara tersebut juga ada kaitannya dengan upaya responsif Kejagung dalam menyikapi tata kelola gas di masyarakat.

“Seperti contohnya yang sekarang sedang dirasakan oleh masyarakat, adanya kelangkaan gas LPG. Nah itu juga menjadi perhatian dari penyidik, karena juga terkait dengan subholding atau terkait dengan tata kelola di dalam perkara ini,” ungkapnya.

Dalam kasus ini, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 70 saksi dan satu ahli terkait dengan keuangan negara. Namun begitu, dia menegaskan bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktok Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 masih dalam tahap penyidikan umum. 

“Perlu juga kami tegaskan bahwa penyidikan ini masih merupakan penyidikan umum atau general investigation, yang tentunya diharapkan bahwa dengan proses penyidikan ini akan menjadi terang dari tindak pidana yang sedang disidik, sesuai dengan aturan yang ada dan menemukan tersangkanya,” Harli menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya