Liputan6.com, Jakarta Upaya Kemenpora untuk menjalankan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) menjadi dua tahun sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Termasuk KONI pusat sebagai induk dari semua organisasi cabang olahraga.
Kepala Biro Humas dan Hukum Kemenpora Amar Ahmad pada acara 'Expert Forum Langkah Strategis Kebijakan Pemerintah Terhadap Rencana Perubahan Waktu dan Penetapan Tuan Rumah PON', mengatakan dari kegiatan forum diskusi di Surabaya diharapkan banyak masukan sebagai langkah persiapan menuju perubahan waktu pelakasaaan PON. Terutama dari sisi yuridis terkait PP 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga.
Baca Juga
"Tadi banyak masukan mulai implikasi dari perubahan PP 17 dan masukan lain. Pada dasarnya semua mendukung langkah perubahan waktu pelaksanaan PON. Karena kita berorientasi untuk kejuaraan internasional, jadi harus berjenjang, " ucap Amar Ahmad di Hotel Sentra Surabaya, Jawa Timur (19/3).
Advertisement
Amar juga berharap setelah PON 2020 di Papua, sudah ditetapkan penyelenggaraan PON dua tahun sekali.
"Jadi setelah PON di Papua bisa segara diterapkan PON dua tahun sekali. Beberapa daerah juga sudah mengatakan siap dan mendukung," ujar Amar.
Sementara, Wakil Ketua Umum Koni Pusat, Suwarno mengatakan perubahan pelaksanaan PON dari empat tahun menjadi dua tahun, memang cukup baik. Namun harus disertai dengan konsep untuk mendukung peningkatan prestasi atlet Indonesia.
"Tidak ada masalah PON dua tahun sekali, namun konsepnya perlu diubah. Tahun pertama tidak ada pembatasan usia, dua tahun kemudian ada pembatasan usia, atau sebaliknya. Ini perlu, karena salah satu masalah kita jarak antara atlet lapis kedua terlalu jauh. Pembatasan usia bisa dilakukan sebagai upaya meyiapkan regenerasi atlet," imbuh Suwarno.
Suwarno menegaskan, bahwa jika PON bukan satu-satu instrumen dalam meningkatkan prestasi atlet. Selain itu juga perlu adanya komitmen bersama jika memang PON akan digelar dua tahun sekali.
"Yang perlu diingat, banyak instrumen yang terkait dengan peningkatkan prestasi, tidak hanya PON. Selain itu, dari pengalaman yang sudah-sudah, tuan rumah PON harus menanggung biaya besar, karena dari pusat cuma berapa persen. Sementara tidak semua kepala daerah punya kepedulian dengan olahraga," tuturnya.
(*)