Liputan6.com, Jakarta - Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) Tanah Abang yang tergabung dalam Forum Pedagang Kreatif Lapangan Jatibaru berencana menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, hari ini. Aksi digelar pukul 13.00 WIB.
Aksi itu telah mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Polisi pun akan mengamankan unjuk rasa tersebut.
Baca Juga
"Iya, kami siapkan pengamanan. Ada dari Polres Jakarta Selatan dan di-back up Polda Metro Jaya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, Selasa (3/4/2018).
Advertisement
Koordinator aksi Giswar Ranto Muda mengatakan, aksi ini digelar menyusul dirilisnya Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya beberapa hari lalu, salah satunya penutupan Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Iya benar (menanggapi LHAP). Intinya kami pedagang ingin melaporkan temuan-temuan jalanan yang ditutup, tetapi Ombudsman tidak melakukan laporan atau kajiannya. Pedagang menuntut keadilan," kata Giswar.
Selain itu, ia minta Ombudsman tegas atas yang terjadi saat ini perihal penutupan Jalan Jatibaru, Tanah Abang tersebut.
"Ombudsman tajam hanya kepada pedagang kaki lima, tapi tumpul terhadap kasus korupsi reklamasi dan Sumber Waras," pungkas Giswar.
Reporter: Ronald
Sumber: Merdeka.com
Temuan Ombudsman
Ombudsman perwakilan DKI mengungkap empat tindakan malaadministrasi penataan Tanah Abang yang dilakukan Gubernur DKI Anies Baswedan. Temuan tersebut tercantum dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) yang diserahkan kepada pihak Pemprov DKI, Polda Metro Jaya, dan Kemendagri di kantor Ombudsman, Senin, 26 Maret 2018.
Adapun pihak yang mewakili masing-masing instansi adalah Kadishub DKI Andri Yansah, Irwasda Polda Metro Jaya Kombes Komarul Z, Kasubdit pemerintah Aceh, DKI, DIY, Ditjen Otda, Sartono. Penyerahan temuan diserahkan oleh Pelaksana tugas (Plt) Ketua Ombudsman perwakilan DKI, Dominikus Dalu.
"Setidaknya ada empat malaadministrasi yang kami temukan dalam penataan PKL di Tanah Abang," ungkap Dominikus saat konferensi pers.
Pertama, Ombudsman menyebut penataan tersebut telah merugikan pedagang Blok G Tanah Abang secara ekonomi. Hal itu tidak selaras dengan tugas Dinas UKM dan Perdagangan dalam melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah serta perdagangan sesuai Pergub DKI No 266 Tahun 2016.
Konsep penataan ini juga dinilai terburu-buru, karena Pemprov belum memiliki Rencana Induk Penataan PKL dan peta Jalan PKL di DKI.
Kedua, Anies dinilai telah menyalahi prosedur lantaran tidak mendapatkan izin dari pihak Direktorat Lalu Lintas Polda Metro untuk mengalihfungsikan lahan.
Hal ini telah tertuang dalam Pasal 128 ayat (3) UU No 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa penggunaan jalan di luar untuk lalu lintas harus seizin Polri.
Diskresi yang menjadi dasar Anies melakukan penataan dinilai tidak sesuai dengan undang-undang yang ada dan mengabaikan Perda No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, dan Perda No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.
Ombudsman menilai ada malaadministrasi dengan pengabaian hukum.
"Hasil pemeriksaan Ombudsman ada beberapa hal terkait dengan diskresi, menurut hemat kami tidak tepat," kata Dominokus.
Ketiga, Anies telah melakukan tindakan melawan hukum dengan melakukan alih fungsi jalan. Penutupan Jalan Jati Baru disebut telah melanggar UU No 38 Tahun 2004 tentang jalan, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Perda DKI No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Keempat, Anies dinilai melanggar hak pejalan kaki dalam mengunakan trotoar.
Kesimpulan ini merupakan tindak lanjut atas laporan pedagang Blok G Tanah Abang. Ombudsman memeriksa pihak Pemprov DKI, Polda Metro juga unsur masyarakat dan tiga kali melakukan pemeriksaan di lapangan. Terakhir Ombudsman DKI bersama Ditlantas Polda Metro Jaya secara terbuka pada 20 Maret lalu.
Advertisement