Anak Buah Fredrich Anggap Benjolan Bakpao Setya Novanto sebagai Lelucon

Hal itu diungkap saat dia hadir sebagai saksi dalam sidang perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP atas terdakwa Fredrich Yunadi.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Apr 2018, 13:05 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2018, 13:05 WIB
Fredrich Yunadi
Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/4). Sidang mendengarkan keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Anak buah Fredrich Yunadi, Ahmad Rudiansyah menganggap pernyataan Fredrich terkait benjolan pada dahi Setya Novanto sebesar bakpao hanya sekadar lelucon.

Hal itu ia ungkap saat hadir sebagai saksi dalam sidang perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP atas terdakwa Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Ucapan lelucon terlontar saat Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Takdir Suhan mengonfirmasi perihal kegiatan konferensi pers yang dilakukan atasannya itu di Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH). Rudi mengaku tidak tahu perihal kondisi Novanto usai kecelakaan yang diduga direkayasa.

"Apa saudara saksi tahu terdakwa melakukan konferensi pers di Rumah Sakit Medika (RSMPH) yang menggambarkan kondisi Pak Setya Novanto mengalami luka, benjol sebesar bakpao?" tanya Jaksa Takdir kepada Rudi, Kamis (12/4/2018).

"Secara langsung saya tidak tahu tapi lelucon itu saya tahu dari pemberitaan media," jawab Rudi.

Jaksa kemudian mempertanyakan anggapan Rudi terkait benjolan Novanto hanya sekedar lelucon. Namun Rudi berdalih, pernyataan Fredrich Yunadi menjadi viral di media dan dijadikan "trend" tersendiri.

"Sebentar, saudara saksi anggap itu lelucon. Bagaimana anda bisa menganggap ini hanya lelucon?" Cecar Jaksa Takdir.

"Ya maksudnya kan itu ramai juga di media," ujarnya.

 

JPU KPK Bantah Penyitaan Obat

Raut Wajah Fredrich Yunadi Saat Dengar Keterangan Saksi
Terdakwa dugaan merintangi penyidikan dugaan korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/3). Sidang mendengarkan keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum pada KPK memastikan tak ada penahanan obat milik terdakwa Fredrich Yunadi. Jaksa mengatakan, ada 120 butir obat yang ditebus pihak keluarga dan telah diterima Fredrich.

Usai mendapat konfirmasi dari pihak Rutan KPK, Jaksa Roy Riadi menjelaskan pada 26 Februari, mantan kuasa hukum Setya Novanto berobat ke Rumah Sakit Medistra dan mendapat 5 jenis obat. Satu di antaranya Alganax, obat anti cemas.

Usai berobat, Fredrich menerima 60 butir Alganax. Sementara resep dokter tertulis obat itu harus ditebus sebanyak 240 butir.

"Kemudian keluarga membawa 60 butir lagi, karena SOP pihak Rutan selalu diperiksa dulu. Lalu pihak Rutan konfirmasi ke dokter (dokter pada KPK)," ujar Jaksa Roy sesaat sebelum sidang atas terdakwa Fredrich Yunadi dimulai.

Namun, imbuh Jaksa Roy, pihak KPK belum mengetahui lebih lanjut apakah sisa Alganax berdasarkan resep dokter telah ditebus pihak keluarga atau belum. Demi keselamatan, pihak Rutan pun mengatur pemberian obat kepada para tahanan, termasuk Fredrich Yunadi. Informasi yang diperoleh JPU, obat untuk Fredrich diberikan satu strip yang berisi 20 butir.

Hal itu dibenarkan Fredrich. Namun dia bersikukuh ada obat jenis Alganax yang ditahan petugas Rutan.

"Yang dimasukkan (dipegang Fredrich) per bulan dosisnya 60 butir, sehari 2 butir. Tapi yang dikasih ke saya tetap 1 strip 20 butir. Jadi 20 strip masih ditahan yang mulia," ujar Fredrich kepada Majelis Hakim yang diketuai Saifuddin Zuhri.

Keluhan Fredrich telah disampaikan pada persidangan sebelumnya. Pengacara yang sempat viral atas pernyataan bakpao itu juga mengajukan permohonan pindah rumah tahanan kepada Majelis Hakim. Namun permintaan itu tidak serta merta diamini.

Ketua Majelis Hakim, Saifuddin Zuhri mengatakan pihaknya perlu menelaah lebih lanjut atas permohonan Fredrich.

Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi.

Pengacara yang viral atas pernyataan bakpao itu dianggap melakukan upaya terhadap Novanto agar menghindari panggilan KPK sebagai tersangka korupsi e-KTP saat itu.

Fredrich bekerja sama dengan Dokter Bimanesh Sutarjo, dokter ahli spesialis penyakit dalam di RSMPH, dengan memesan kamar VIP nomor 323 di lantai 3 RSMPH dan melakukan diagnosa tanpa pemeriksaan terlebih dahulu.

 

Reporter : Yunita Amalia

Sumber : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya