Permintaan Berlebaran di Luar Rutan Ditolak, Fredrich Yunadi Sumpahi Jaksa

Jaksa mengajukan keberatan terhadap pernyataan Fredrich Yunadi.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jun 2018, 13:06 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2018, 13:06 WIB
Mantan Penasehat Hukum Setya Novanto Dituntut 12 Tahun
Terdakwa merintangi penyidikan KPK pada kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (31/5). JPU KPK menuntut terdakwa dihukum 12 tahun penjara, denda Rp 600 Juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP, Fredrich Yunadi kembali berulah. Dalam sidang pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Mantan pengacara Setya Novanto ini menyumpahi Jaksa Penuntut Umum pada KPK.

"Kami bersumpah penuntut umum kan mendapat balasan dari Allah, insya Allah orang tuanya masih hidup," ujar Fredrich di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (8/6/2018).

Tak terima mendapat perlakuan seperti itu, jaksa mengajukan keberatan. Kepada majelis hakim, Jaksa Takdir Suhan mengatakan agar keberatan penuntut umum terhadap sikap Fredrich dicatat.

"Izin yang mulia sebelum sidang ditutup kami keberatan. Sangat sangat keberatan dengan ucapan yang terakhir, mohon dicatat," ujar jaksa Takdir.

Sikap kurang mengenakan Fredrich berawal saat mantan kuasa hukum Setya Novanto itu mengajukan permohonan izin kepada majelis hakim agar bisa keluar tahanan saat hari raya Idul Fitri. Ia ingin sungkem ke ibunya.

Namun permintaan itu ditolak oleh majelis hakim. Ketua majelis hakim, Saifuddin Zuhri awalnya meminta pertimbangan jaksa penuntut umum.

Jaksa Takdir kemudian menjelaskan permohonan Fredrich tidak dapat dilakukan mengingat jumlah pengawal tahanan terbatas. Di samping itu, petugas yang merayakan hari raya Idul Fitri mendapat hak cuti bersama.

"Pegawai punya hak cuti waltah (pengawal tahanan) di KPK, jadi sedikit apalagi sekarang sedang ada case OTT (operasi tangkap tangan) sehingga butuh penjagaan lebih," ujarnya.

Kepada majelis hakim, jaksa menjelaskan rutan Cipinang, tempat Fredrich ditahan, mempunyai kebijakan jadwal besuk lebih lama saat hari raya. Sehingga, keluarga para tahanan memiliki waktu lebih untuk bersilaturahim.

 

Trik Jaksa

Mendengar penjelasan itu, Fredrich bereaksi dengan menyebut alasan tersebut hanya trik jaksa penuntut umum sebagai bentuk balas dendam kepadanya. Mantan kuasa hukum Budi Gunawan itu bersikukuh ingin keluar dari tahanan pada hari raya demi sungkem kepada sang ibu berusia 94 tahun.

"Yang kami maksud bukan besuk tapi umur ibunda saya 94 kemunginkan penuntut umum belum ada orang tua seumur ibu saya, masa tega untuk minta ibu saya ke sana. Ini sifatnya mengada-ada sifatnya balas dendam," ujar Fredrich.

Tidak ingin berlarut-larut dalam perdebatan secara tegas hakim menolak Fredrich keluar dari tahanan saat hari raya.

"Saya tidak tahu apa bisa ada yang keluar itu bagi tahanan tapi untuk bulan Syawal kan 1 bulan saya kira nanti setelah masuk resmi mungkin akan lebih mudah. Sepertinya pada hari raya kemungkinan diizinkan kecil," ujarnya.

Diketahui Fredrich didakwa telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia didakwa melakukan upaya perintangan penyidikan terhadap Setya Novanto yang saat itu berstatus sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP saat itu.

Reporter: Yunita Amalia

Saksikan video pilihan di bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya