Jaksa Tuntut Bupati Nonaktif Halmahera Timur Rudi Erawan 5 Tahun Penjara

Rudi Erawan juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalankan pidana pokok.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2018, 18:32 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2018, 18:32 WIB
Sidang Lanjutan Rudi Erawan Hadirkan Saksi Ahli
Bupati Halmahera Timur nonaktif, Rudi Erawan saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/8). Rudi merupakan terdakwa kasus suap proyek Kementerian PUPR tahun 2016. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudi Erawan lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan. JPU menilai, Rudi terbukti menerima suap Rp 6,3 miliar dari dari mantan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi dalam tahanan," kata jaksa Iskandar saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/8/2018).

Tidak hanya itu, Rudi Erawan juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalankan pidana pokok.

Adapun hal yang memberatkan, Rudi Erawan tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi dan tidak berterus terang terkait penerimaan uang.

"Hal yang meringankan bersikap sopan, tidak pernah di hukum," ucap jaksa.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

Dakwaan

Bupati Halmaherra Timur Nonaktif Diperiksa KPK
Tersangka Bupati Halmahera Timur nonaktif Rudi Erawan usai menjani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (19/2). Rudi diperiksa terkait kasus dugaan suap sejumlah proyek pembangunan di Kementerian PUPR tahun 2016. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudy Erawan didakwa menerima suap senilai Rp 6,3 miliar. Uang suap diterima Rudy dari mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (IX) Maluku Utara, Amran HI Mustary.

Dalam dakwaan itu, jaksa menyebut penerimaan uang suap oleh Rudy sebagai pemulus Amran menjabat posisi Kepala BPJN IX Maluku Utara dan Maluku.

Di tahun 2015, Rudy bertemu dengan Ikram Haris sebagai sekretaris DPD PDIP Provinsi Maluku Utara pada satu cafe di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Ikram menyampaikan keinginan Amran kepada Rudy agar dipindah kantor ke Kementerian Pekerjaan Umum Provinsi Maluku Utara, lantaran saat itu Amran sedang tidak menduduki jabatan. Permintaan Amran dikabulkan oleh Rudy.

Atas perbuatanya, Rudi dinilai terbukti telah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya