Liputan6.com, Jakarta - Ratna Sarumpaet mengaku dianiaya orang tak dikenal. Mulai dari artis hingga politikus membelanya. Namun, Rabu sore, dia mengatakan pengakuannya itu bohong belaka.
Padahal, beberapa fotonya dengan wajah memar sudah tersebar di media sosial.
Kepolisian pun tinggal diam. Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta mengaku, jajarannya telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengecek kebenaran berita tersebut.
Advertisement
Polisi mengaku iba, ada kabar penganiayaan terhadap seorang perempuan. Namun, fakta yang didapat mengejutkan. Tak ada saksi yang menyatakan ada penganiayaan di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Ratna Sarumpaet juga tak terdaftar di manifes penerbangan manapun pada hari itu di bandara tersebut.
Malah, aparat menemukan fakta, Ratna tengah berada di rumah sakit bedah plastik pada hari itu.
Menurut catatan Liputan6.com, tak sekali ini dia membuat heboh.
Ratna menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan dilayangkan sebagai wujud kekecewaannya terhadap KPK yang tidak memeriksa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Beberapa bulan lalu, Ratna Sarumpaet menyomasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Langkah ini buntut dari penderekan yang dilakukan Dinas Perhubungan karena mobil milik Ratna Sarumpaet parkir sembarangan.
Berikut ini rinciannya:
1. Hoaks Terbaik Ratna Sarumpaet
Pada Senin, 1 Oktober 2018, viral foto Ratna Sarumpaet dengan wajah lebamnya. Ratna mengaku menjadi korban pengeroyokan di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat pada 21 September 2018.
Lucunya, Ratna tak langsung melaporkan kejadian dugaan pengeroyokan tersebut kepada kepolisian. Teman-teman dekat Ratna yang justru membenarkan jika pengeroyokan oleh orang tak dikenal itu benar adanya.
Bahkan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ingin menemui Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk langsung membahas dugaan kasus pengeroyokan Ratna Sarumpaet.
Tak tinggal diam, kepolisian pun bergerak. Jajaran Polda Jawa Barat memastikan, tidak ada tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan terhadap aktivis sosial Ratna Sarumpaet di wilayahnya. Polisi memiliki sejumlah bukti terkait hal itu.
"Tidak ditemukan bukti-bukti kejadian 170 jo 351 (penganiayaan secara bersama-sama) dengan korban RS (Ratna Sarumpaet) di Jabar," ujar Direktur Reskrimum Polda Jawa Barat Kombes Umar Surya Fana.
Umar menuturkan, pihaknya langsung menyelidiki informasi penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet yang sempat viral di media sosial.
Polisi langsung mengecek sejumlah rumah sakit di Bandung dan sekitarnya. Dari total 26 rumah sakit di Bandung dan delapan di Cimahi yang ditelusuri, polisi tidak menemukan adanya pasien bernama Ratna Sarumpaet pernah dirawat di sana.
Sore tadi, Ratna akhirnya membenarkan jika kabar pengeroyokan dirinya adalah hoaks. Dia mengaku tidak dianiaya siapapun.
"Apa yang saya katakan ini akan menyanggah adanya penganiyaan," kata Ratna.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ini menyusul pembelaan Prabowo atas dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet.
"Saya memohon maaf kepada Pak Prabowo Subianto yang kemarin tulus membela kebohongan yang saya buat. Saya tidak tahu apa rencana Tuhan dan berjanji memperbaiki," ucap Ratna Sarumpaet.
"Kali ini, saya pencipta hoaks terbaik ternyata, menghebohkan sebuah negeri," lanjut dia.
Advertisement
2. Marah Mobil Diderek karena Parkir Liar
Beberapa bulan lalu, Ratna Sarumpaet juga sempat menghebohkan publik. Ia melayangkan somasi kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Hal ini lantaran Ratna tak terima mobilnya diderek oleh Dishub karena parkir sembarangan.
Kejadian salah parkir Ratna ini menjadi ramai usai videonya beredar luas di media sosial. Ibu dari aktris Atiqah Hasiholan itu menolak mobilnya diderek Dishub DKI lantaran merasa parkir di tempat yang tidak terpasang rambu larangan parkir.
"Kami sudah kirim klarifikasi dan somasi tadi pagi. Sudah diterima oleh Kantor Gubernur, Dinas Perhubungan DKI, dan kantor Sudin Perhubugan Jakarta Selatan," ucap kuasa hukum Ratna, Samuel Lengkey.
Ada lima poin yang dilayangkan dalam somasi tersebut. Pertama, Ratna meminta pemprov menyosialisasikan peraturan daerah mengenai pengaturan parkir dimuat di koran dan berita nasional.
"Karena selama ini masalah pederekan mobil telah membuat banyak masyarakat menjadi korban," kata Samuel.
Poin selanjutnya, Ratna Sarumpaet meminta petugas Dinas Perhubungan yang bukan dari bagian hukum untuk meminta maaf secara terbuka kepadanya karena dianggap melanggar undang-undang.
"Ketiga meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta melakukan kajian ulang tentang derek mobil, karena tindakan ini berpeluang hanya untuk mencari pendapatan dana dari masyarakat melalui membayar biaya administrasi derek mobil," ujar Samuel.
Ratna juga meminta Dinas Perhubungan DKI Jakarta menginventarisasi masalah lalu lintas, khususnya marka jalan. "Agar memberikan kepastian hukum bagi masyarakat DKI Jakarta, khususnya pengguna kendaraan bermotor," kata Samuel.
Selain itu, Ratna menilai tindakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang telah menderek mobilnya masuk pelanggaran melawan hukum (Onrechtmaitige Daad), berdasarkan rumusan Pasal 1365 KUHPerdata, karena terjadi kesalahan dalam menegakkan peraturan daerah, pejabat negara, dan mengakibatkan kerugian bagi Ratna.
3. Gugat KPK
Ratna Sarumpaet menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan dilayangkan sebagai wujud kekecewaan mereka terhadap KPK yang tidak memeriksa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang akan kembali maju sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Tergugatnya adalah KPK dalam hal ini pimpinannya. Karena seseorang misalnya, mau jadi menteri harus lewat KPK. Kalau enggak lewat KPK bermasalah. Makanya, kita minta, saat pencalonan gubernur sekarang, juga lewat KPK," ujar Pengacara Tonin Tachta Singarimbun yang mewakili Ratna di PN Jakarta Pusat.
Tonin mengatakan, setidaknya ada tiga kasus besar yang masih menjerat Ahok. Ketiganya adalah kasus suap reklamasi Teluk Jakarta, kasus RS Sumber Waras, dan kasus lahan Cengkareng Barat.
"Ibu Ratna sudah capek melihat di lapangan ada tiga case yang sampai saat ini belum jelas, yakni masalah reklamasi, Sumber Waras, berikutnya Cengkareng. Pembelian tanah, tapi tanah sendiri," Tonin menegaskan.
"Walaupun bukan KPK yang menangani, tapi ini kan Rp 200 Miliar (kerugian negara). KPK itu kan dibuat untuk atasi kasus Rp 1 Miliar ke atas. Nah itu yang kami tuntut, karena jelas dalam pasal 20 KPK bertanggung jawab kepada publik," imbuh Tonin.
Selain menggugat KPK, Ratna bersama 14 penggugat lain, di antaranya musikus Ahmad Dani, aktivis buruh Said Iqbal dan Tonin sendiri, juga melayangkan gugatan kepada tujuh pihak.
Advertisement