Terorisme dan Pemenuhan Hak Korban Teror

Indonesia menjadi negara yang tak sedikit dirindung serangan terorisme. Mulai dari Bom Bali 2002 hingga yang terbaru Bom Surabaya 2018 yang menyita banyak perhatian publik.

oleh Yopi Makdori diperbarui 05 Jul 2019, 12:04 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2019, 12:04 WIB
Konferensi Pers AIDA di Hotel Sofyan
Konferensi Pers AIDA di Hotel Sofyan, Kamis, 4 Juli 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menjadi negara yang tak sekali dua kali menjadi sasaran serangan teroris. Mulai dari Bom Bali 2002 hingga terbaru Bom Surabaya 2018 yang menyita banyak perhatian publik.

Sebagai negara yang rentan akan serangan teroris, Aliansi Indonesia Damai (AIDA) menilai, pemerintah perlu menjamin hak-hak para korban serangan terorisme.

Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi mengatakan, pemenuhan hak-hak korban terorisme belum dijalankan secara maksimal oleh pemerintah. Oleh karena itu, dia mendorong pemenuhan hak itu.

"Kami mendorong pemerintah, kementerian, dan lembaga negara terkait untuk terus memaksimalkan upaya-upaya untuk memenuhi hak-hak korban terorisme sesuai dengan perundangan maupun peraturan yang berlaku," kata Hasibullah dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).

Selain itu, Hasibullah menekankan supaya pemerintah segera mengesahkan peraturan pemerintah yang dapat mengakomodir hak dari korban terorisme lama. Karena peraturan saat ini, kata Hasibullah, korban hanya mendapatkan kompensasi melalui putusan pengadilan. Sedangkan peristiwa terorisme lama putusannya telah ditetapkan.

"Kami mendorong Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Perundang-Undangan, Kementerian Keuangan, LPSK, dan BNPT agar segera menerbitkan PP dari UU Nomor 5 Tahun 2018 sebagai aturan turunan untuk memberikan kompensasi pada korban terorisme lama," tutur Hasibullah.

 

Tak Cuma Konpensasi

Bom Teroris
Ilustrasi Foto Teroris (iStockphoto)

Hasibullah juga menekankan supaya pemenuhan hak korban bukan hanya diterjemahkan dalam bentuk kompensasi, melainkan pula dengan hak lain, seperti hak rehabilitasi psikologis dan yang terpenting hak medis.

Hal ini bisa diutarakan oleh AIDA karena persepsi pemerintah terkait pemenuhan haknya hanya memandang hak kompensasi. Padahal hak perawatan medis juga dibutuhkan. Bahkan nilainya jauh lebih penting bahkan lebih menguras kantong

"Mendorong agar pemberian kompensasi kepada para korban terorisme lama tidak menggugurkan hak-hak lain di luar kompensasi, karena hak-hak korban pada prinsipnya berdiri sendiri-sendiri," pinta Hasibullah.

Dalam sesi yang berbeda, Hasibullah mengisahkan temannya yang menjadi korban serangan teror bom di Jakarta. Ia mengalami luka yang cukup serius sehingga sampai saat ini masih rutin berobat tiap bulannya.

"Sebulan bisa menghabiskan lima juta hanya untuk berobat. Bayangkan jika kompensasinya 500 juta, lalu hak medisnya gugur. Tidak apa-apanya untuk biaya pengobatan," katanya.

Maka dari itu, kata Alumnus Al-Azhar Mesir itu, negara tidak boleh menggugurkan hak lain si korban, meskipun korban mendapatkam kompensasi

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya