Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Baik Nuril Maknun, guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang kini menjadi terpidana atas dugaan kasus perekaman ilegal konten asusila.
Meski kecewa, kuasa hukum berencana mengajukan amnesti atau penghapusan hukuman yang rencananya disampaikan pekan depan, tepatnya pada Sabtu, 11 Juli 2019.
Baca Juga
"Rencanannya pengajuan resmi amnesti, minggu depan. Perkiraan Kamis (11 Juli 2019) atau Jumat (12 Juli 2019)," ujar Joko Jumadi saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (6/7/2019).
Advertisement
Kasus yang menjerat guru honorer ini bermula pada Agustus 2002 silam. Ketika itu Baiq Nuril ditelepon oleh HM, Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 7 Mataram saat itu. Percakapan yang diduga bermuatan unsur pelecehan seksual tersebut kemudian direkam Nuril.
Peristiwa bermula ketika HM diketahui sering membicarakan soal seks saat menelepon Baiq Nuril. Namun saat itu dia tidak merekamnya.
Karena takut difitnah, Baiq Nuril pun merekam salah satu pembicaraan melalui telepon dari HM pada 2002. Ini untuk membuktikan kepada orang-orang terdekatnya bahwa Nuril tidak memiliki hubungan spesial dengan HM.
Alih-alih mendapatkan perlindungan sebagai korban pelecehan seksual, Baiq justru diseret ke penjara. Dia tersandung kasus ITE.
Kasus yang menjerat Baiq Nuril mendapat sorotan dari banyak pihak, tak terkecuali Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia pun menyarankan agar mantan guru honorer asal NTB itu mengajukan amnesti secepatnya.
Berikut sejumlah reaksi terkait kasus yang dialami Baiq Nuril:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jokowi
Presiden Jokowi menaruh perhatian penuh atas kasus yang menjerat guru honorer di SMAN 7 Mataram itu. Saat sedang dalam kunjungan kerja di Manado, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mempersilakan Baiq Nuril mengajukan amnesti usai permohonan PK-nya ditolak MK.
"Secepatnya (ajukan amnesti)," ucap Jokowi, Jumat, 5 Juli 2019.
Jokowi mengaku sejak kasus tersebut bergulir, dia terus memantau perkembangannya. "Perhatian saya sejak awal kasus ini tidak berkurang. Tapi sekali lagi, kita harus menghormati putusan yang sudah dilakukan oleh mahkamah," ujar dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu enggan berkomentar lebih banyak terkait hal tersebut. Sebab, dia menilai putusan terhadap Baiq Nuril merupakan wilayah kerja lembaga yudikatif.
"Nanti kalau sudah masuk ke saya, menjadi wilayah kewenangan saya, ya akan saya gunakan kewenangan yang saya miliki," tutur dia.
Jokowi berjanji akan menggunakan kewenangannya apabila Baiq Nuril mengajukan amnesti, yang merupakan kewenangannya sebagai Presiden.
"Saya akan bicarakan dulu dengan Menteri Hukum dan HAM, biasanya (juga) dengan Jaksa Agung dan Menko Polhukam, untuk menentukan apakah amnesti apakah yang lainnya," jelas Jokowi.
Advertisement
NU
Selain Jokowi, putusan bersalah oleh MA atas dugaan kasus perekaman ilegal konten asusila yang dilakukan Baiq Nuril juga mendapat sorotan dari Nahdlatul Ulama (NU).
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Robikin Emhas mengaku prihatin atas apa yang terjadi pada sang guru honorer.
"Tanpa bermaksud mengomentari putusan lembaga peradilan, saya prihatin dan turut sedih terhadap yang menimpa Baiq Nuril," ujar Robikin seperti dikutip dari Antara, Sabtu (6/7/2019).
Robikin mengaku pihaknya semula mengapresiasi pengadilan yang memutus bebas Baiq Nuril. "Namun jaksa tidak terima dan menggunakan upaya hukum hingga pada akhirnya Baiq Nuril mengalami nasib seperti saat ini," ujar Robikin.
Lebih lanjut Robikin menjelaskan dalam sistem peradilan pidana, bahwa jaksa selaku penuntut umum merupakan representasi negara yang mewakili kepentingan umum. Sehingga menerima atau menolak putusan dan menggunakan upaya hukum adalah hak penuntut umum.
"Namun suara publik justru menempatkan Baiq Nuril sebagai korban, bukan pelaku pidana atau membela diri dengan cara yang salah," katanya.
Jaksa Agung
Sementara itu, terkait putusan MA yang menolak PK Baiq Nuril, Jaksa Agung HM Prasetyo meminta semua pihak bisa menghormatinya dan berharap tak ada lagi reaksi-reaksi yang nantinya justru kontraproduktif untuk penegakan hukum.
"Kalau PK sudah ditolak, ya semua pihak tentu harus memahami itu. Bahwa semua hukum sudah dilakukan," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat, 5 Juli 2019.
Menurutnya, Baiq Nuril yang merupakan mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram itu sudah melalui tahapan proses hukum seperti banding, kasasi, dan PK.
"Artinya semua sudah diikuti, dilalui, dipenuhi, sehingga tentunya kita harapkan tidak ada pihak lain manapun yang nanti beranggapan ini kriminalisasi dan lain sebagainya. Jadi supaya dipahami, itu yang saya minta," ujar Prasetyo.
Advertisement
Komnas Perempuan
Komnas Perempuan pun bersuara dengan apa yang terjadi pada Baiq Nuril atas kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, amnesti bisa membebaskan Nuril dari jerat hukum.
"Amnesti dapat saja dilakukan, mengingat sistem hukum belum melindungi perempuan korban kekerasan seksual," ucap Sri, Jumat (5/7/2019).
Dia menuturkan, pihaknya juga akan mendukung kepada Baiq Nuril jika hendak mengajukannya. "Komnas Perempuan akan memberikan dukungan bila BN (Baiq Nuril) hendak ajukan amnesti kepada Presiden," pungkasnya.