Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi X DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa memberikan beberapa catatan terkait kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang akan menghapus Ujian Nasional (UN) pada 2021.
Menurut Ledia, sebelum UN dihapus, Mendikbud harus memastikan ada evaluasi dan alat ukur atau sistem penilaian yang jelas untuk menggantikan ujian nasional.
"Mengubah sistem penilaian harus memastikan kemampuan pihak yang akan menilai. Untuk melakukan assessment yang bersifat diagnostik, guru harus memiliki kemampuan untuk pengukurannya. Jangan sampai salah menilai karena selama ini lebih ditarget penilaian akademis," kata Ledia saat dikonfirmasi, Kamis (12/12/2019).
Advertisement
Ledia menyatakan, akan tidak adil apabila nantinya timbul penilaian, tapi terhadap hal yang belum diajarkan, termasuk pendidikan karakter.
"Tidak fair melakukan penilaian terhadap sesuatu yang tidak pernah diajarkan atau dibiasakan. Termasuk di dalamnya pendidikan karakter. Artinya harus memastikan bahan-bahan yang akan dijadikan ukuran penilaian sudah pernah diajarkan atau dilatihkan dan dibiasakan," ucap dia.
Politikus PKS itu menyebut, kebijakan merdeka belajar ala Nadiem harus dimulai sejak kelas rendah atau awal sekolah dasar.
"Dengan pendekatan learning how to learn, sehingga siswa mencintai belajar, mencintai ilmu. Pertanyaannya, apakah para guru telah dipersiapkan?" katanya.
Ia juga mengingatkan kebijakan Mendikbud termasuk penghapusan ujian nasional agar tidak hanya memperhatikan peserta didik di perkotaan atau Jabodetabek.
"Pendekatan kebijakan tidak boleh melupakan daerah di luar Jabotabek ataupun ibu kota. Harus dipikirkan daerah yang terpencil, pedalaman. Jadi, ini bukan sekadar menghapus ujian nasional. Ini memerlukan banyak hal yang harus diperhatikan," Ledia menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Nadiem Hapus Ujian Nasional
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwa Ujian Nasional atau UN 2020 merupakan yang terakhir.
Pada 2021, UN akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," jelas Nadiem di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Menurut Nadiem, Ujian Nasional dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi.
"Kedua, ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orangtua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ucap dia.
Padahal, kata Nadiem, semangat UN adalah untuk mengasesmen sistem pendidikan. Baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.
Lebih jauh, kata mantan bos Gojek itu UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya. Bahkan belum menyentuh aspek kognitif, tapi lebih kepada penguasa materi.
"Dan belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," ujar dia.
Advertisement