Liputan6.com, Jakarta - Setelah Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah mencuat, mendadak bermunculan keraton atau pun kesultanan lain di berbagai daerah.
Selain Keraton Agung Sejagat, adanya keraton baru sebenarnya juga terjadi di pusat kebudayaan dan trah kerajaan Mataram, khususnya Kota Solo, Jawa Tengah.
Baca Juga
Sejak 2010 silam, seorang warga mengaku sebagai raja Kasultanan Keraton Pajang. Raja tersebut memang menempati lokasi yang bersebelahan dengan petilasan Keraton Pajang di Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Advertisement
Munculnya Kasultanan Keraton Pajang di Desa Makamhaji tersebut pernah mendapat penolakan dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Hal itu dikarenakan, Keraton Pajang yang didirikan Jaka Tingkir sudah runtuh sejak 400 tahun lalu. Saat ini, lokasi keraton yang tak jauh dari Keraton Kasunanan Surakarta tersebut tinggal petilasan.
Penolakan Kerajaan Pajang itu salah satunya datang dari putri Pakubuwono XII, GKR Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng.
Berikut penolakan, sejarah berdiri, hingga tujuan berdirinya Kasultanan Keraton Pajang:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penolakan
Salah satu putri Pakubuwono XII, GKR Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng mengaku pernah menyampaikan penolakan berdirinya Kerajaan Pajang.
Adik kandung Raja Solo saat ini, Pakubuwono XIII tersebut juga heran karena pendiri Kesultanan Keraton Pajang, Suradi mendapatkan gelar Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV.
"Historinya dari mana? Kalau merasa keturunan Sultan Pajang, terus menghidupkan lagi ya tidak bisa. Wong Pajang itu sudah pindah ke Kotagede. Dari Kotagede kemudian turun ke Keraton Kartasura, kemudian ke Keraton Surakarta," kata Gusti Moeng.
Menurut Gusti Moeng, beberapa kerajaan di Tanah Air tidak bisa berdiri lagi, di antaranya Majapahit, Demak, dan Mataram.
Terlebih, kata dia, setelah masa kemerdekaan dan berdirinya NKRI sejak 1945, seluruh kerajaan sudah mendukung pendirian Republik Indonesia.
"Saat ini sudah tidak bisa mendirikan kerajaan lagi. Keraton itu adanya hanya 250 saat BPUPKI, yang ikut mendirikan republik. Sekarang yang masih lengkap 48 kerajaan, tergabung dalam Forum Komunikasi dan Informasi Kerajaan Nusantara (FKIKN)," terangnya.
Â
Advertisement
Asal Muasal
Nama Kasultanan Karaton Pajang diambil dari Kerajaan Pajang yang didirikan Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya yang diperkirakan telah runtuh lebih dari 400 tahun yang lalu. Lokasi keraton tak jauh dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun bekas Keraton Kartasura.
Raja Kasultanan Karaton Pajang bergelar Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV. Pria tengah baya bernama asli Suradi tersebut mengaku mendapatkan mandat mendirikan Kerajaan Pajang dari Kanjeng Sultan Suryo Alam yang merupakan sultan di Kasultanan Dhimak, Kabupaten Demak.
"Tahun 2009 saya dilantik menjadi Adipati. Kemudian tahun 2010 saya daftarkan kerajaan ini sebagai Yayasan Kasultanan Karaton Pajang," ujar Suradi.
Lebih lanjut Suradi menceritakan, usai berhasil mengelola keraton dengan pesat, pada 2015 gelarnya naik menjadi Sultan.
Dan pada tahun lalu, ia diberikan gelar Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV. Suradi mengaku tak khawatir dengan penangkapan raja dan ratu Keraton Agung Sejagat di Purworejo,
"Kerajaan yang kita dirikan ini hanya untuk merawat budaya. Kalau itu (Purworejo) nalarnya tidak dipakai. Tidak ada istilah keraton sejagat. Kan sudah ada kerajaan Arab, kerajaan Inggris, apa mungkin dia bisa menundukkan mereka?" ucap Suradi.
Â
Tujuan Keraton Pajang
Terpisah, pendiri Kasultanan Keraton Pajang Suradi berdalih keraton tersebut justru didaftarkan sebagai yayasan.
Tujuannya, kata dia, hanya sekedar untuk melestarikan kebudayaan. Dia mendaftarkan sebagai Yayasan Kasultanan Karaton Pajang pada 2010.
"Tujuan saya hanya ingin nguri-uri (melestarikan) kebudayaan yang ada sejak zaman Pajang dahulu," ucapnya.
Terkait protes dari Kasunanan Surakarta, Suradi tak menampiknya. Namun, dia berdalih keraton yang didirikannya tidak mengganggu ketertiban umum.
"Dulu memang pernah ditolak, tapi seiring berjalannya waktu, tidak pernah ada masalah. Yang penting kan kami tidak mengganggu orang lain," kata Suradi.
Â
Advertisement
Biaya Operasional
Menurut Suradi, dirinya selama ini mengeluarkan biaya sendiri untuk operasional keraton. Suradi mengaku selama ini bekerja sebagai kontraktor bangunan. Keraton yang dipimpinnya juga tidak pernah menarik iuran.
"Tidak pernah ada iuran, justru saya yang mengeluarkan uang untuk menyelenggarakan event. Kalau misalnya ada, itu sumbangan seikhlasnya," jelas Suradi.
Terpisah, Kapolsek Kartasura AKP Dani Permana Putra menyampaikan, hingga saat ini tidak ada laporan terkait keberadaan Keraton Kasultanan Pajang.
"Selama ini situasi masih landai, tidak ada laporan apa pun," tutupnya.
Â
Reporter: Arie Sunaryo
Sumber: Merdeka