Liputan6.com, Jakarta - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menyebut, kalau lembaganya itu sebuah perusahaan maka akan bangkrut dengan kondisi internal LIPI saat ini.
Hal itu ia sampaikan dalam webinar menyoal reformasi birokrasi di tubuh LIPI, Rabu (19/8/2020).
Baca Juga
"Kalau saya analogikan sebagai perusahaan, LIPI itu holding wilayah kerja itu 47 anak perusahaan saya. Kalau saya lihat dari indikator ya, indikator tadi SDM, infrastruktur dan anggaran semu itu merah ya. Sehingga kalau ini perusahaan, perusahaan ini sudah bangkrut sebenarnya," tegas Tri Handoko.
Advertisement
Menurut Tri Handoko, masalah utama di tubuh LIPI adalah menyangkut sumber daya manusia (SDM). Formasi pegawai di LIPI ada sekitar lima ribuan. Namun separuh lebih pegawai hanya pegawai administratif atau pegawai pendukung.
"Kalau bisa saya sampaikan apa problem-nya? Ini problem LIPI formasi 5.000 ya tapi separuh lebih itu SDM pendukung bukan SDM Iptek pada saat itu. Itu pun SDM Ipteknya yang berkualifikasi S3 masih jauh dari yang kita harapkan, jadi masih sangat kecil," beber dia.
Dari sisi organisasinya, kata Tri Handoko sumber daya itu akhirnya terkotak-kota di 51 unit kerja. Ia melihat, kegiatan di LIPI pun didominasi oleh kegiatan sekunder yang berkenaan dengan administrasi semata. Padahal LIPI merupakan lembaga riset nasional.
"Karena semua mengerjakan semua hal, SDM pendukung cenderung banyak. Padahal kita lembaga riset tapi SDM Ipteknya tidak dominan. Sehingga kegiatan pun lebih banyak kegiatan administratifnya," ucap dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terobosan Kepala LIPI
Untuk mengantisipasi itu, Kepala LIPI mengeluarkan terobosan yang ia sebut sebagai "bureaucracy engineering". Melalui cara ini, Tri Handoko menekan berbagai masalah di tubuh lembaganya itu.
Salah satunya dengan cara meminta tiap deputi dan unit kerja di teknis tak mengurusi kegiatan sekunder. Melainkan diminta untuk fokus dalam kegiatan utama, yakni riset.
Sementara kegiatan nonriset menjadi tanggung jawab Sekretaris Utama atau Settama LIPI.
"Kemudian kita lakukan penutupan unit kerja yang memang tidak efisien yang memang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Jadi kita tutup itu hampir 20 persennya. Sehingga kawasan pun berkurang, kemudian pengelolaan anggaran pun terpusat, termasuk infrastruktur," beber dia.
Advertisement