Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta mengatakan, masih tingginya jumlah kasus baru positif Covid-19 di Indonesia ini perlu adanya perhatian serius pemerintah.
Apalagi, menurutnya hingga saat ini belum diketahui kapan puncak kurva penyebaran virus akan terjadi. Sementara kapasitas pengujian masih terbatas karena kendala SDM dan peralatan.
"Para ahli epidemiologi kesulitan memprediksi puncak dan akhir dari penyebaran Covid-19 di Indonesia. Ada yang menyebut jika penanganan Covid-19 masih lambat seperti saat ini, puncaknya baru akan terjadi pada awal semester 2021. Sementara kita lihat masyarakat karena tuntutan ekonomi sudah mulai beraktivitas seperti biasa, disiplin protokol kesehatan juga masih sulit ditegakkan. Kondisi ini mestinya disikapi dengan langkah-langkah yang lebih progresif," kata Sukamta di Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Advertisement
Sukamta meminta pemerintah fokus memperbanyak jumlah testing dan tracing.
"Jika kapasitas testing dan tracing masih rendah, bagaimana mungkin upaya penanganan bisa maksimal. Ini yang mestinya diprioritaskan oleh pemerintah," ucapnya.
Menurut Sukamta, upaya pemerintah untuk membuat vaksin dengan bekerjasama dengan beberapa perusahaan di Cina dan Korea Selatan merupakan langkah yang perlu, tetapi jangan sampai hal itu seakan-akan menjadi jurus pamungkas.
"Saya kira membangun optimisme publik dengan siap produksi vaksin sah-sah saja, tetapi pemerintah jangan hanya andalkan vaksin. Karena isu kesiapan vaksin yang gencar disampaikan pemerintah sebagaimana dahulu wacana pelonggaran PSBB dan new normal bisa berimbas masyarakat berperilaku longgar. Jika masyarakat merespon seperti itu, akan semakin menyulitkan mengendalikan penyebaran virus," tuturnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Fokus Pada Testing dan Tracing
Oleh sebab itu menurutnya saat ini prioritas pemerintah dalam menangani Covid-19 hanya dua hal. Pertama, pemerintah sesegera mungkin untuk memperbesar kapasitas didalam melakukan testing dan tracing, dengan menambah jumlah pengujian. WHO sebutkan mestinya dengan jumlah populasi penduduk Indonesia saat ini, setidaknya bisa dilakukan 50 ribu pengujian setiap hari. Kedua, masyarakat secara luas disiplin jalankan protokol kesehatan.
"Jika ada kendala SDM dalam hal testing dan tracing, semestinya pemerintah bisa bekerjasama dengan perguruan tinggi, sekolah kesehatan dan lain-lain. Pemerintah juga bisa meniru model pool test yang dilakukan Pemda Sumatera Barat di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, yang terbukti mampu meningkatkan jumlah tes. Kalau soal anggaran mestinya tidak ada kendala, karena dilaporkan baru terserap Rp 7,36 triliun atau baru mencapai 13,98 persen," ia menandaskan.
Advertisement