Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi karikatur Nabi Muhammad Saw di Prancis menarik Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk turut berkomentar. Aksi yang dinilai memprovokasi umat Islam itu berdalih di balik slogan kebebasan berpendapat.
SBY menegaskan bahwa kebebasan juga mempunyai batasannya. "Saya ingin menyampaikan pendapat bahwa hak dan kebebasan itu sesungguhnya tidak mutlak. Tidak absolut. Bagaimanapun tetap ada batasnya," katanya dalam sebuah siniar yang diunggah pada laman fanspage Facebook resmi Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (2/11/2020).
Baca Juga
Menurut SBY di Prancis sendiri Presiden Emmanuel Macron telah menetapkan adanya batasan berkaitan dengan penggunaan hak warga negara.
Advertisement
"Tidakkah 'Universal Declaration of Human Rights' yang diproklamasikan dan diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, di negeri Anda sendiri Presiden Macron, menetapkan adanya pembatasan, atau limitation. Pembatasan itu berkaitan dengan penggunaan hak dan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang (the exercise of rights and freedoms)," jelas SBY.Â
Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2, dari Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (HAM).
"Menurut saya jiwa dan esensinya adalah... 'penggunaan hak dan kebebasan itu dibatasi oleh pertimbangan, atau jika berkaitan dengan, moralitas, ketertiban dan keamanan masyarakat, serta kesejahteraan umum'. Saya berpendapat, penggambaran karikatur Nabi Muhammad adalah termasuk dalam lingkup pembatasan ini," tegasnya.
Presiden ke-6 RI itu juga mengingatkan soal putusan Mahkamah Hak Asasi Manusia Uni Eropa terkait dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad Saw oleh seorang warga Austria pada 2009 silam.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bertolak Belakang dengan Mahkamah HAM Eropa
SBYmenganggap, tindakan penghinaan nabi itu diputuskan oleh Mahkamah Hak Asasi Manusia Uni Eropa tak senapas dengan dalih kebebasan berpendapat yang tertuang dalam Pasal 10 tentang Kebebasan berpendapat dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Uni Eropa.
"Diputuskan bahwa tindakan seseorang yang didakwa menghina Nabi Muhammad tersebut tidak dilindungi atau tidak sesuai dengan Pasal 10 tentang Kebebasan berpendapat dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Uni Eropa," jelas SBY.
Ditambahkan SBY, putusan Mahkamah ini menguatkan putusan Pengadilan Kriminal Wina 15 Februari 2011 dan Pengadilan Banding Wina bulan Desember 2011 atas kasus penghinaan terhadap Nabi Muhammad tersebut.Â
"Mahkamah juga mengatakan bahwa putusan kedua pengadilan di Wina tersebut sudah benar dan adil. Benar dan adil, karena telah mempertimbangkan kebebasan berpendapat warga negara Austria tersebut, sekaligus dihadapkan dengan hak masyarakat (khususnya Muslim) di Austria untuk menjaga kehormatan agama mereka, serta hak pemerintah Austria untuk menjaga perdamaian antar umat beragama di negeri itu," terang dia.
Advertisement