Liputan6.com, Jakarta - Sehari setelah gempa Majene berkekuatan magnitudo 6,2, arus bantuan logistik untuk korban gempa di Mamuju mengalami hambatan. Hal itu membuat kondisi para pengungsi dalam keadaan yang semakin memprihatinkan.
Kepala divisi Assesment Wahdah Peduli Pusat, Abu Umar Alqassam mengungkapkan, hambatan yang dihadapi para NGO adalah adanya aksi penjarahan di daerah pinggiran Kota Mamuju. Menurutnya ada dua titik lokasi yang menjadi daerah rawan penjarahan tersebut.
Baca Juga
"Penjarahan di wilayah Jalur Dua dalam kota dan di Bambu-Bambu. Ada dua titik. Semua daerah itu mengarah ke dalam kota Mamuju," ujar Abu Umar saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (15/1/2021).
Advertisement
Dia menjelaskan, para penjarah awalnya merupakan orang yang mengungsi di sekitar lokasi tersebut. Mereka bukan korban terdampak gempa. Mereka hanya berkumpul di tempat tersebut dan selanjutnya mengambil kesempatan memanas-manasi untuk melakukan penjarahan saat ada kendaraan lewat.
"Awalnya cuman sekadar minta-minta saja, tapi sekarang sudah berubah. Setiap ada kendaraan masuk dikerubungin supaya mobil tidak jalan, sebagian orang di belakang, ada menyobek tendanya (terpalnya)," kata dia.
Abu mengungkapkan, jarak antara lokasi penjarahan dengan pusat kota berkisar empat kilometer. Namun begitu, hingga saat ini, ia melihat belum ada tindakan tegas dari pihak keamanan untuk mengamankan titik-titik terjadinya penjarahan.
"Belum bergerak atau belum ada petugas, kita belum tahu," ujar dia.
Akibat adanya kendala tersebut, kondisi para korban terdampak gempa di Mamuju dalam keadaan memprihatinkan. Bantuan pun tertahan lantaran khawatir akan dijarah oleh massa di pinggiran kota.
"Kami tahan tidak bisa masuk karena para penjarah di jalan poros sangat parah," ucap dia.
Agar bantuan dapat tembus ke Kota Mamuju, Abu mengungkapkan akan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk dapat mengawal setiap arus logistik yang mengarah ke Kota Mamuju. Kemudian alternatif kedua, pihaknya akan mencari tahu waktu-waktu tertentu di mana para penjarah itu sedang istirahat.
"Dan itulah kita mulai masuk. Kita akan cek. Terus terang sampai saat ini logistik berhenti di luar kota," ujar dia.
Selain itu, pihaknya masih berkoordinasi dengan NGO atau PMI untuk mengangkut bantuan logistik dengan menggunakan ambulans. Langkah ini untuk mengelabui para penjarah karena selama ini walaupun menggunakan mobil tertutup, mereka memaksa pengendara untuk membuka kacanya guna melihat apakah membawa bantuan atau tidak.
Abu juga mengungkapkan kondisi para pengungsi saat ini sangat mendesak membutuhkan bantuan, terlebih kondisinya sudah masuk musim hujan. Mereka butuh selimut, tenda, maupun logistik untuk kebutuhan makan sehari-harinya.
"Sangat prihatin sekali (kondisi) korban yang terdampak dalam gempa ini. Di sini musim hujan. Bantuan logistik belum bisa masuk. Bahkan ada beberapa titik di daerah di pinggiran kota Mamuju, ada ibu yang memiliki kembar anak 3 sampai saat ini belum dapat susu. Adapun toko-toko di seputaran tidak berani buka karena takut dijarah," ujar dia.
"Emergency logistic, tenda, selimut, susu bayi, popok bayi, kemudian makanan siap saji," imbuh dia.
Tanggapan Polda Sulbar
Kabid Humas Polda Sulbar, AKBP Syamsu Ridwan mengatakan kepolisian akan menyelidiki lokasi dan kebenaran ikhwal penjarahan bantuan untuk korban gempa yang telah viral di berbagai platform media sosial itu.
"Perlu penyelidikan dulu terkait kejadian tersebut kapan dan dimana terjadi. Kami belum bisa memastikan," kata Syamsu saat dikonfirmasi, Sabtu (16/1/2021).
Syamsu pun mengimbau agar setiap kendaraan yang membawa sembako via darat agar melapor ke Polsek setempat untuk mendapat pengawalan khusus.
"Disarankan agar setiap mobil yang akan membawa bantuan ke mamuju agar lapor ke polres atau polsek setempat uuntuk mendapatkan pengawalan dan bantuan bisa disalurkan secara terpusat di posko yang ada di belakang kantor gubernur Sulbar," jelasnya.
Â
Advertisement