Pakar Hukum Suparji Ahmad Jadi Korban Peretasan Akun Whatsapp

Modus pelaku peretasan akun WhatsApp milik Suparji Ahmad yakni mengajak membuat grup penanganan Covid-19.

oleh Yopi Makdori diperbarui 15 Mar 2021, 11:35 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2021, 11:35 WIB
Pakar Hukum UAI Suparji Ahmad (tengah) dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1/2020)
Pakar Hukum UAI Suparji Ahmad (tengah) dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1/2020). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad mengaku menjadi korban peretasan akun aplikasi pesan singkat WhatsApp (WA). Peristiwa tersebut terjadi pada Jumat sore 12 Maret 2021.

Suparji menceritakan, aksi peretasan akun WhatsApp bermula ketika ada ajakan yang mengatasnamakan temannya untuk membuat grup penanggulangan Covid-19. Pelaku mengatakan bahwa akan ada kode yang dikirim ke nomornya.

"Karena saya menganggap ini teman saya dan untuk tujuan baik yaitu penanggulangan Covid-19, maka saya tidak curiga. Ketika kode tersebut saya berikan ke pelaku, otomatis nomor saya diambil alih," paparnya dalam keterangan tulis, Senin (14/3/2021).

Sejak saat itu, kata Suparji, akunnya beralih tangan dan meminta sejumlah uang ke kontak yang ada.

"Kemudian banyak teman-teman saya yang diminta sejumlah uang. Ini sangat berbahaya menurut saya," katanya.

Ia mengaku sudah melaporkan kasus peretasan tersebut ke kepolisian. Ia juga meminta masyarakat untuk waspada modus pengambilalihan nomor kontak pribadi. Sebab, saat ini sangat marak tindakan tersebut untuk tujuan kriminal.

"Sekarang marak tindakan ambil alih nomor telepon pribadi. Setelah nomor telepon diambil alih, maka nomor tersebut digunakan untuk meminta sejumlah uang ke kontak yang tersimpan," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Seharusnya Diatur di UU ITE

[Fimela] ilustrasi whatsapp
ilustrasi whatsapp | pexels.com/@anton-8100

Ia meminta pihak kepolisian untuk mengungkap tindakan seperti ini. Sebab, sekarang para penipu sudah canggih dalam menjalankan aksinya.

"Supaya korban tidak semakin banyak, polisi harus menindak tegas kejahatan siber yang meresahkan ini," tuturnya.

Terakhir, Suparji menekankan bahwa kejahatan siber seharusnya yang diatur dalam UU ITE. Bukan pencemaran nama baik, ujaran kebencian atau penyebaran berita bohong, karena itu sudah diatur dalam undang undang yang lain.

"Kejahatan demikian yang seharusnya diatasi lewat UU ITE. Karena jelas kejahatan dilakukan lewat media elektronik," pungkas akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya