Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Komunikasi Politik Effendi Gazali memutuskan untuk mundur sebagai dosen di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Prof Dr Moestopo Beragama.
Effendi Gazali juga menyerahkan kembali gelar guru besar bidang ilmu komunikasi kepada negara. Hal tersebut disampaikannya dalam kanal YouTube Refly Harun.
Baca Juga
"Sekarang saya mau mengundurkan diri, baik sebagai dosen di UI maupun di Universitas Prof Dr Moestopo Beragama," kata Effendi yang dikutip Liputan6.com.
Advertisement
Dia menjelaskan, alasan pengunduran dirinya karena merasa kecewa dengan dunia jurnalistik belakangan ini.
"Itu karena saya merasa kecewa dengan praktik jurnalistik yang kebetulan ditargetkan menimpa diri saya. Padahal saya sudah mengajar jurnalistik dan komunikasi amat lama," tutur Effendi pada Liputan6.com, Sabtu, 3 April 2021.
Effendi pun mengaku gagal sebagai pengajar jurnalistik dan ilmu komunikasi selama 20 tahun lebih.
Sebab, dia menilai belakangan ini sejumlah media kurang menaati kode etik jurnalistik ketika melakukan wawancara ataupun penulisan berita.
Berikut 4 hal terkait pengunduran diri Effendi Gazali sebagai dosen dan guru besar dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Merasa Gagal
Pakar komunikasi politik Effendi Gazali mengaku mengundurkan diri sebagai dosen di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Prof Dr Moestopo Beragama.
Selain itu, dia juga akan menyerahkan kembali gelar guru besar bidang ilmu komunikasi kepada negara. Hal tersebut disampaikan Effendi Gazali melalui akun YouTube Refli Harun.
"Sekarang saya mau mengundurkan diri, baik sebagai dosen di UI maupun di Universitas Prof Dr Moestopo Beragama," kata Effendi yang dikutip Liputan6.com.
Dia menjelaskan, terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan dirinya memilih mundur sebagai pengajar. Effendi mengaku gagal sebagai pengajar jurnalistik dan ilmu komunikasi selama 20 tahun lebih.
Sebab, dia menilai belakangan ini sejumlah media kurang menaati kode etik jurnalistik ketika melakukan wawancara ataupun penulisan berita.
Advertisement
Berhubungan dengan KPK
Effendi Gazali mengaku kecewa terhadap pemberitaan terkait KPK ketika menjadi saksi kasus bansos.
"Itu karena saya merasa kecewa dengan praktik jurnalistik yang kebetulan ditargetkan menimpa diri saya. Padahal saya sudah mengajar jurnalistik dan komunikasi amat lama," tutur Effendi pada Liputan6.com, Sabtu, 3 April 2021.
Menurut Effendi, ada ribuan orang yang dipanggil sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi mereka diberitakan biasa saja apa adanya.
Namun dirinya betul-betul di-framing beberapa wartawan sebagai "penjahat yang terlibat" dengan tujuan merusak nama dan reputasi.
4 Alasan Kekecewaan
Effendi menuturkan 4 alasan kekecewaannya. Pertama, soal BAP yang menyebutkan dia mendapat 162.250 kuota bansos.
"Kan harusnya pelajaran mendasar jurnalistik adalah hati-hati menyikapi BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Masa BAP KPK bisa beredar? Kenapa langsung percaya pada secarik unggahan di medsos itu? Siapa yang berhak mengedarkan BAP?" ujar dia.
Kedua, soal kabar bahwa dia merekomendasikan bansos yang jumlahnya Rp 48 miliar.
"Padahal kan harus dipikirkan, kenapa rekomendasi seseorang harus didengarkan, apakah dia punya power relations? Misalkan badan pemeriksa, komisi legislatif, atau elite politik?" jelas Effendi.
Ketiga, menurut dia ada wartawan yang ingin mengancam dan menawarkan jasa dengan menggunakan prinsip suci jurnalistik yaitu konfirmasi berita.
Keempat, wartawan sengaja, bahkan pada berita audio-visual, menyatakan tersangka tidak menampik, atau tersangka beberkan keterlibatan Effendi Gazali.
"Padahal video jelas memperlihatkan tersangka menyatakan 'Tidak ada. Tidak ada'," kata dia.
Advertisement
Minta Tak Libatkan Kampus
Effendi Gazali menyatakan pada Liputan6.com, selain kekecewaannya sebagai pengajar pada praktik jurnalistik seperti itu, masih ada 2 alasan lain kenapa dia mengundurkan diri.
"Pertama, biarlah ini jadi momentum agar cukup sering teman-teman dosen mengevaluasi hasil mengajar dan membandingkannya dengan praktik jurnalistik terkini," beber dia.
Kedua, supaya jangan melibatkan nama kampus.
"Kalau memang nista merekomendasi UMKM, yang barangnya terancam membusuk di gudang karena selalu disisihkan, biar nistanya saya yang tanggung sendiri. Jangan kait-kaitkan nama kampus. Segera kita tunggu hasil sidang Dewan Pers Kamis depan, 8 April. Lalu kita saksikan fakta-fakta persidangan," jelas Effendi.