Liputan6.com, Jakarta - Seorang siswi kelas II SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu berinisial MS (19) dikeluarkan dari sekolah karena mengunggah umpatan yang dianggap melecehkan Palestina.
Terkait hal tersebut Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan saat ini pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Bengkulu untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut.
“Kami terus memantau kondisi anak korban ini. Kondisi terakhir yang kami dapatkan, anak yang bersangkutan mendapatkan stigma dan perundungan (bullying) dari lingkungan sekitarnya, sehingga tidak berani keluar dari rumah," katanya dalam pesan singkat, Jumat (21/5/2021).
Advertisement
Pihaknya pun memastikan unit pelaksana teknis daerah Bengkulu tetap melakukan pendampingan terhadap orang tua dan anak. Serta memastikan MS tetap bisa melanjutkan pendidikan.
"UPTD PPA Provinsi Bengkulu dan DP3APPKB Propinsi Bengkulu akan tetap melakukan pendampingan terhadap orang tua dan anak, serta memastikan anak yang bersangkutan tetap bisa melanjutkan pendidikannya," ungkapnya.
Dia mengatakann proses asesmen juga tetap dilakukan untuk mengetahui kondisi psikologis anak atas perundungan yang didapatkan. Upaya advokasi untuk pemenuhan hak anak atas pendidikan agar anak yang bersangkutan tetap bisa melanjutkan sekolah akan dibantu oleh Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak (Fasnas SRA) Provinsi Bengkulu.
Sementara itu dia mengatakan dari hasil peninjauan langsung pihak Aparat Penegak Hukum (APH) telah memfasilitasi anak yang bersangkutan untuk meminta maaf melalui video.
"Akan tetapi sanksi dari pihak sekolah telah ditetapkan bahwa anak yang bersangkutan dikeluarkan dari sekolah dan dikembalikan kepada orang tuanya untuk dibina," benernya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rampas Hak Pendidikan
Nahar menegaskan bahwa tindakan mengeluarkan MS adalah bentuk perlakuan salah kepada anak.
"Sama saja dengan merampas hak anak untuk mendapat pendidikan yang layak," kata Nahar.
Dia mengatakan MS seharusnya membutuhkan perlindungan khusus (AMPK) sesuai yang tertera dalam pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pihaknya juga kata dia memiliki mandat untuk memberikan perlindungan pada seluruh kategori AMPK ini, tidak terkecuali untuk anak yang mendapatkan perlakuan salah.
“Mengeluarkan anak dari sekolah adalah salah satu bentuk pelepasan tanggungjawab sekolah atas kesalahan anak," ungkapnya.
Seharusnya kata dia jika anak melakukan kesalahan, maka tugas sekolah dan orang tua membinanya secara lebih intensif. Bukan malah melepaskan tanggung jawab.
"Bukan malah melepaskan tanggung jawab," tegasnya.
Â
Reporter:Â Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka
Advertisement