Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Psikolog bernama Andririni Yaktiningsasi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun anggaran 2017. Dia baru ditahan pada hari ini meski sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2018.
Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, penundaan penahanan terhadap Andririni selama ini lantaran banyaknya kasus mangkrak di KPK.
Baca Juga
"Ini sebenarnya tidak lama dari RJ Lino, kembali dari dulu saya ungkapkan bahwa over load dari kasus-kasus yang ada, yang carry over dari tahun 2018, 2019, 2020, memang menumpuk," ujar Karyoto dalam jumpa pers, Jumat (3/9/2021).
Advertisement
Karyoto mengatakan, pihaknya terus berusaha menyelesaikan kasus lama yang saat ini mangkrak. Dia memastikan, pihaknya tidak akan melupakan kasus-kasus yang belum diselesaikan oleh tim penyidik. Karyoto menyebut KPK membutuhkan waktu terkait hal itu.
"Kalau kita mengerjakan yang satu tahun saja enggak akan selesai, apalagi kemarin ada pandemi yang ada pembatasan-pembatasan," kata Karyoto.
Sebelumnya, KPK menahan Andririni Yaktiningsasi (AY), pihak swasta (psikolog) dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II tahun anggaran 2017. Andririni ditahan selama 20 hari pertama terhitung mulai 3 September hingga 22 September 2021 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Â
2 Tersangka
Dalam kasus ini KPK menjerat dua tersangka, yakni Andririni dan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro. Djoko sendiri sudah menjalani pidana dalam perkara ini. Pengadilan Tipikor memvonis Djoko 5 tahun penjara.
Kasus ini bermula pada 2016. Saat itu Djoko memerintahkan melakukan relokasi anggaran dan revisi anggaran dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan SDM dan Strategi Korporat dari nilai awal Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 Miliar.
Pengusulan perubahan tersebut diduga tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak mengikuti aturan yang berlaku. Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan ini dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.
Untuk pelaksanaan pekerjaanya, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta dengan adanya pemberian komitmen fee atas penggunaan bendera kedua perusahaan tersebut sebesar 15 persen dari nilai kontrak sedangkan Andririni menerima fee 85 persen dari nilai kontrak.
Selain itu diduga adanya pencantuman nama para ahli dalam kontrak pekerjaan hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang. Pelaksanaan lelang pun direkayasa sedemikian rupa.
Akibat perbuatan tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 3,6 miliar.
Advertisement