Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, DPR Dituntut Kritis

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia meminta DPR RI menolak ratifikasi apabila perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura merugikan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Jan 2022, 16:10 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 16:10 WIB
Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura
Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Selasa (25/01/2022), di Bintan, Kepri. (Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr)

Liputan6.com, Jakarta - Perjanjian ekstradisi yang disetujui Indonesia dan Singapura menjadi harapan untuk penindakan kejahatan seperti korupsi dan pencucian uang. Indonesia bisa menarik pulang para pelaku untuk diadili sekaligus membawa hasil kejahatan yang dibawa kabur ke Singapura.

Namun, rekam jejak perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tercatat alot. Pada 2007, ratifikasi hal serupa gagal dilakukan ketika diproses di Parlemen Senayan. Alasannya, saling tukar keuntungan kedua negara yang dirasa DPR RI akan merugikan Indonesia. Saat itu, Singapura meminta sebagian wilayah udara dalam teritori Indonesia untuk latihan pertahanan mereka.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakkir, mewanti-wanti DPR RI untuk kritis dalam meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut. Dia meminta DPR menolak tegas melakukan ratifikasi atau adopsi perjanjian tersebut, apabila kesepakatan itu merugikan Indonesia.

"Kalau lebih banyak menguntungkan Singapura dan merugikan kepentingan politik, hukum dan ekonomi serta keamanan Indonesia, sebaiknya tidak perlu diratifikasi," kata Mudzakkir kepada Liputan6.com melalui pesan singkat, Kamis (27/1/2022).

Mudzakkir menuntut DPR untuk kritis terhadap materi perjanjian ekstradisi kali ini. Menurut Mudzakkir, berdasarkan pengalaman sebelumnya, persetujuan ekstradisi kerap lebih menguntungkan Singapura, terlebih apabila dikaitkan dengan investasi.

"Menurut analisis dalam praktek penegakannya selama ini begitu, dikaitkan dengan kebijakan kewarganegaraan kehormatan bagi yang invest di Singapura yang sangat merugikan kepentingan Indonesia," ujarnya.

Menyoal Investasi Singapura dan Indonesia

Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada acara OJK Virtual Innovation Day 2021 di Istana Negara, Senin (11/10/2021).
Presiden Joko Widodo atau Jokowi. (Liputan6)

Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, mengatakan, Singapura adalah negara dengan jumlah investasi terbesar di Indonesia. Bahkan nilainya pun bertambah, dari yang sebelumnya USD7,3 miliar menjadi USD9,2 miliar.

"Kerjasama penguatan bidang ekonomi, singapura merupakan investor terbesar di Indonesia. pertemuan mencatat adanya investasi baru senilai USD9,2 miliar," kata Jokowi saat jumpa pers daring, Selasa 25 Januari 2022.

Jokowi memastikan, investasi di bidang energi dan energi terbarukan terus menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam rangka memajukan ekonomi hijau dan berkelanjutan. Hal itu dilakukan, semata mendukung iklim investasi hijau.

"Jadi dalam rangkaian pertemuan ini telah ditandatangani MOU kerjasama energi, kemudian MoU kerjasama green and circular economy development," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya