Liputan6.com, Jakarta Dalam 3 pekan terakhir kasus Covid-19 kembali meningkat dengan diikuti oleh kasus aktif. Untuk itu, Satgas Covid-19 mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah untuk waspada.
"Meskipun angkanya terbilang belum signifikan, namun sudah seharusnya kita belajar dari kenaikan kasus pada gelombang Covid-19 yang telah kita alami bersama,” katanya dalam konferensi pers yang dikutip Kamis (9/4).
Baca Juga
“Harus diwaspadai adanya kenaikan dalam jumlah yang sekecil apapun," sambungnya.
Advertisement
Wiku juga meminta para gubernur, bupati, wali kota, segera memantau dan memitigasi kenaikan kasus Covid-19 yang terjadi. Segera evaluasi kebijakan dan peraturan yang berlaku apabila diperlukan.
Sementara kepada masyarakat yang sedang euforia karena aktivitas kembali normal, agar tidak lengah. Masyarakat harus tetap disiplin memakai masker dan rajin mencuci tangan.
Masyarakat juga diminta segera beristirahat di rumah dan periksakan diri ke dokter apabila kurang sehat maupun mengalami gejala Covid-19. Bagi masyarakat yang belum vaksinasi, diharapkan segera mendapatkan dosis ketiga untuk semakin meningkatkan kekebalan komunitas.
"Virus masih ada di sekitar kita. Ingat, protokol kesehatan adalah kunci keberhasilan di masa pemulihan ekonomi dan aktivitas masyarakat ini," pungkas Wiku.
Wiku menjelaskan, dari grafik data per 5 Juni 2022 secara nasional, menunjukkan terjadi kenaikan kasus positif mingguan, bertambah 571 atau 31 persen dibandingkan pada 22 Mei 2022. Yaitu dari 1.814 menjadi 2.385 kasus mingguan.
Hal yang sama terjadi pada kasus aktif harian, kenaikannya bertambah 328 kasus atau 10 persen dibandingkan 2 Juni 2022. Dari 3.105 menjadi 3.433 kasus aktif harian.
Meski demikian, kata Wiku, kenaikan kasus positif dan aktif tidak diikuti peningkatan tren keterisian tempat tidur (BOR) isolasi harian di rumah sakit yang masih stagnan. Tren kematian mingguan juga terus menunjukkan penurunan.
Bila melihat perkembangan tingkat provinsi, ada 5 provinsi menjadi penyumbang tertinggi kenaikan kasus aktif pada minggu terakhir. Antara lain, DKI Jakarta naik 30 persen, Banten naik 38 persen, Jawa Barat naik 18 persen, DI Yogyakarta naik 45 persen, dan Jawa Timur naik 37 persen.
Jika mencermati letak geografisnya, kelima provinsi tersebut memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak dengan aktivitas masyarakat mulai kembali normal. Sehingga Wiku menduga, kenaikan kasus aktif dipicu aktivitas masyarakat yang kembali normal.
“Mohon dicermati bagi seluruh pemerintah daerah maupun masyarakat pada provinsi tersebut," tegas Wiku.
Namun ada kabar baiknya, angka kematian pada provinsi-provinsi tersebut cenderung menunjukkan penurunan. Persentase BOR masih terjaga di bawah 3 persen. Kecuali DI Yogyakarta, kematian mingguannya bertambah, dari 1 menjadi 3 dalam minggu terakhir.
COVID-19 Tidak Akan Lenyap Sepenuhnya
Bila menilik laporan harian Satgas COVID-19 beberapa provinsi kerap nol kasus COVID-19. Misalnya pada 5 Juni 2022 yang separuh dari 34 provinsi tidak ada kasus baru. Meski begitu, Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 tidak akan hilang sepenuhnya di Indonesia.
"Apakah berarti 17 provinsi per 5 Juni itu nihil di seluruh indonesia? Kelihatan tidak. Salah satunya dipengaruhi juga sama negara tetangga kita, seperti Malaysia, Singapura, Australia, semua negara ini tinggi kasusnya. Jadi tidak mungkin langsung turun semua," kata pria yang karib disapa Prof Beri itu.
Penurunan kasus COVID-19 dalam suatu populasi belum tentu diiringi dengan kemusnahan virus SARS-CoV-2 di dunia.
Situasi yang tepat untuk menggambarkan situasi pelandaian kasus di Tanah Air saat ini adalah risiko tertular COVID-19 yang lebih rendah dari sebelumnya.
"Hanya kalau tertular sudah vaksinasi dua kali, apalagi ada yang sudah booster, kemungkinan kalau sakit karena tertular dan harus rawat inap di rumah sakit itu risikonya rendah," kata Prof Beri mengutip Antara.
Advertisement
RS Kian Sepi dari Pasien COVID-19
Prof Beri mengatakan pasien COVID-19 di rumah sakit yang kian sepi saat ini. Namun, bukan berarti tidak ada pasien.
"Yang sakit masih ada beberapa, juga banyak yang kosong," katanya.
COVID-19 akan tetap ada di tengah masyarakat dalam jangka waktu panjang. Artinya, masyarakat tidak boleh terlalu percaya diri dan jemawa.
"Kemungkinan makin hilang nyaris enggak ada, kalau berkurang masih bisa, hilang tidak mungkin. Artinya kita sekarang ini menjadi lebih longgar, tapi tidak boleh terlalu percaya diri dan jemawa," ujarnya.
Meski kasus COVID-19 rendah, Prof Beri berpesan kepada masyarakat bahwa masker akan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
"Presiden juga bilang, bahwa kita boleh lepas masker di luar ruangan, tapi kalau di ruang tertutup tetap harus pakai masker. Kalau misalnya saya yang keluar rumah di tempat terbuka, tetap harus pakai masker. Kenapa? Karena usia saya 75 tahun, usia yang lanjut untuk yang punya komorbid," katanya.
Reporter: Supriatin/Merdeka