Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Rocky Gerung memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri terkait kasus dugaan penyebaran berita hoaks atau berita bohong yang dianggap menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan pantauan merdeka.com, Rocky turut hadir sekitar pukul 10.09 WIB di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (6/9/2023). Pemeriksaan ini merupakan undangan kedua, setelah panggilan pada Senin 4 September ditunda.
Baca Juga
"Saya minta ditunda, mestinya kemarin Senin tapi saya kasih kuliah di Pesantren di Sukabumi jadi nggak mungkin dibatalkan. Saya minta tolong Bareskrim untuk tunda," ujar Rocky saat datang.
Advertisement
Kendati demikian, Rocky terkait agenda pemeriksaan hari ini. Ia merasa heran, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menganggap hal ini masalah kecil.
"Kata Pak Jokowi masalahnya masalah kecil kenapa dibawa ke markas besar," kata dia.
Meski demikian, Rocky menyatakan akan tetap mengikuti proses pemeriksaan kasus ini sebagai saksi terlapor.
"Sudah nggak apa-apa ntar tunggu saja habis selesai. Gua udah di sini artinya gua mau ikuti," sebut dia.
Â
Â
Kasus Rocky Gerung, Polisi Sudah Periksa 72 Saksi dan 13 Saksi Ahli
Adapun pemanggilan Rocky Gerung nantinya merupakan tindaklanjut penyelidikan atas 24 laporan polisi (LP) dan pemeriksaan puluhan saksi yang telah dilakukan sebelumnya oleh penyidik.
"Dari 24 Laporan Polisi telah di BAI sebanyak 72 saksi dan 13 saksi ahli," sebutnya.
Ucapan Rocky dalam agenda konsolidasi Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) pada 29 Juli 2023 di Islamic Center, Kota Bekasi turut menuai sorotan.
Pernyataan Rocky itu dianggap hoaks dan bernuansa hasutan. Karena menuding Presiden Jokowi tidak peduli dengan buruh sampai mengajak melakukan people power atau gerakan masyarakat, dimulai 10 Agustus 2023.
Termasuk soal ambisi Jokowi yang ingin mempertahankan kekuasannya dengan pergi ke Cina. Guna mencari investor untuk pembangunan IKN Nusantara, sebagai penentu nasib atas programnya.
Alhasil hal itu mengundang reaksi sejumlah pihak melaporkan Rocky dengan delik umum memakai Pasal 28 (2) Juncto Pasal 45A (2) Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP dan/atau Pasal 14 (1), (2) dan/atau Pasal 15 UU RI Nomor 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
Â
Â
Â
Â
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement