Liputan6.com, Jakarta Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan sekaligus Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, membenarkan Anwar Usman masih menggunakan sejumlah fasilitas yang seharusnya diperuntukkan bagi ketua MK.
Fajar menjelaskan, beberapa fasilitas yang didapatkan oleh ketua MK antara lain, rumah dinas, ruang kerja, dan mobil dinas.
"Memang dalam beberapa waktu ini Beliau (Anwar Usman) masih menggunakan beberapa fasilitas, kecuali rumah dinas. Saya pastikan rumah dinas itu sudah tidak dipakai lagi," ujar Fajar Laksono di gedung MK, Jakarta, Minggu (21/4/2024), dilansir Antara.
Advertisement
Terkait hal tersebut, lanjut Fajar, para pimpinan MK pun memutuskan bahwa masalah penataan fasilitas itu akan diselesaikan setelah penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres 2024 berakhir. Saat ini, kata Fajar, pimpinan MK harus fokus pada penanganan PHPU pilpres 2024.
"Kita fokus di PHPU dulu karena dikejar waktu. Yang lebih penting adalah bagaimana mereka menyelesaikan (perkara PHPU) ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan rentang waktu," ujar Fajar.
Menurut Fajar, penggunaan fasilitas yang didapatkan adik ipar Presiden Jokowi itu hanya persoalan teknis penataan fasilitas yang berhak diterima.
"Ini soal teknis karena memang itu soal-soal yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Itu kan sementara tidak mengganggu," kata Fajar Laksono.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) resmi mencopot Anwar Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar Usman dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Sapta Karsa Hutama saat mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
TPDI dan APDI Ungkap Anwar Usman Masih Menggunakan Fasilitas Ketua MK
Sebelumnya, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus yang hadir secara langsung ke Gedung MK bersama anggota Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) Roy Suryo untuk menyampaikan kekhawatiran karena Anwar Usman masih menggunakan fasilitas ketua MK meski sudah dicopot dari jabatannya.
"Pelantikan itu kan bukti bahwa terjadi serah terima jabatan. Seharusnya disertai dengan serah terima semua fasilitas dari ketua lama kepada ketua baru, tetapi ini tidak," kata Petrus di gedung MK, Jakarta, Minggu (21/4/2024) dilansir Antara.
Temuan tersebut membuat pihaknya mempertanyakan apakah delapan hakim MK yang akan memutuskan perkara sengketa pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) sudah merdeka atau masih di bawah pengaruh Anwar Usman, yang tak lain paman dari calon wapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka.
Petrus pun meminta agar delapan hakim MK menyatakan diri dalam keadaan merdeka dari berbagai tekanan sebelum sidang pengucapan putusan sengketa pilpres 2024, termasuk tekanan dari penguasa.
"Kita sebagai masyarakat, kalau diberi kesempatan, meminta delapan hakim konstitusi harus menyatakan bahwa ada dalam keadaan bebas untuk menjamin perkara dan memutus dari lubuk hati yang paling dalam berdasarkan nurani, keadilan, dan ketuhanan," kata Petrus.
Advertisement
Terbukti Melanggar, Anwar Usman Dicopot dari Jabatan Ketua MK
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) resmi mencopot Anwar Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar Usman dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Sapta Karsa Hutama saat mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Anwar Usman dinyatakan melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2024).
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memaparkan sejumlah poin Anwar Usman melakukan pelanggaran.
Poin pelanggaran yang dilakukan adik ipar Presiden Jokowi itu di antaranya, tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023, terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, penerapan dan prinsip integritas.
Berikutnya, hakim terlapor sebagai ketua MK terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal. Sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kecakapan dan kesetaraan.
Kemudian, hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip independensi.
Selain itu, ceramah Anwar Usman mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang, berkaitan erat dengan perkara menyangkut syarat batas usia capres-cawapres. Sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan.
Selanjutnya, Anwar Usman dan seluruh hakim MK terbukti tidak menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup. Sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.