Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Harvey Moeis tiba di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024). Dia bakal menjalani sidang perdana kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
Berdasarkan pantauan, Harvey telah tiba di gedung PN Jakarta Pusat pada pukul 10.15 WIB. Dia dikawal ketat oleh aparat kepolisian yang telah berjaga sejak pagi tadi.
Baca Juga
Sebelum memasuki ruang sidang, suami dari artis Sandra Dewi itu terlihat memakai rompi tahanan Kejaksaan Agung dengan posisi kedua tangan yang terborgol.
Advertisement
Setelahnya, Harvey Moeis langsung masuk ke ruang sidang sambil memakai kemeja putih dengan gaya rambut klimisnya.
Dia datang sambil ditemani oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan dan didampingi oleh tim kuasa hukumnya. Sang istri, Sandra Dewi tak terlihat di persidangan.
Pada sidang perdananya, Harvey Moeis akan mendengarkan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk.
Sementara untuk susunan majelis hakim, akan dipimpin hakim ketua Eko Ariyanto, hakim anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono.
Sidang Perdana Korupsi Timah, 3 Eks Kadis Babel Didakwa Rugikan Negara Rp300 Triliun
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus korupsi komoditas timah.
Ketiga terdakwa itu yakni, Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-2019, Rusbani (BN) selaku Kepala Dinas ESDM periode 2019, dan Amir Syahbana selaku Plt Kadis ESDM periode 2019 sekaligus Kadis 2021-2024. Mereka didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," ujar jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Dalam dakwaan Suranto, jaksa menyatakan terdakwa selaku Kadis ESDM Babel telah menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019 secara ilegal terhadap 5 smelter, yakni PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
"Yang dengan RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB tersebut juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," jelas jaksa.
Advertisement
Aktivitas Penambangan Ilegal
Jaksa mengatakan, terdakwa tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk periode 2015-2019.
Sebab itu, pihak swasta yang bekerja sama dengan PT Timah pun menjadi leluasa dalam aktivitas penambangan secara ilegal dan melakukan transaksi jual beli bijih timah.
"Yang mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Karena pada kenyataannya, RKAB yang telah disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah, Tbk," jaksa menandaskan.
Atas dasar itu, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merde.com