Polemik Kenaikan Pajak 12 Persen, Pemerintah Diminta Siapkan Skema Perlindungan Kalangan Menengah

Dengan menaikan pajak 12 persen disinyalir masyarakat kalangan menengah akan mengurangi daya beli, sehingga otomatis akan berdampak kepada sektor reel.

oleh Tim News diperbarui 04 Des 2024, 18:50 WIB
Diterbitkan 04 Des 2024, 17:35 WIB
PPN 12%
Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik dari Univeristas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Achmad Nur Hidayat. (Ist).

Liputan6.com, Jakarta - Dari berbagai kalangan, pemerintah diminta menunda bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12% di tahun 2025 nanti. Daya beli masyarakat diprediksi semakin menurun jika kenaikan pajak 12 persen diberlakukan nanti.

Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik dari Univeristas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Achmad Nur Hidayat berharap kepada pemerintah untuk menunda kenaikan pajak 12 persen. Menurutnya, akan terjadi gejolak, terutama pada masyarakat ekonomi menengah.

“Masyarakat kelas menengah yang akan lebih merasakan dampak kenaikan pajak 12 persen. Ya mereka bisa lebih menderita terhadap kebijakan tersebut.” kata Achmad Nur Hidayat, Selasa 3 Desember 2024.

Achmad berpandangan bahwa masyarakat kelas bawah masih bisa bertahan dibandingkan dengan masyarakat kelas menengah.

Sebab, lanjut Achmad, pemerintah kerap membantu masyarakat kelas bawah dengan program-program yang ada seperti bantuan sosial (bansos) melalui Kementerian Sosial (Kemensos). Data-data penerima bansos pun disimpan sebagai database penerima bansos.

Namun, berbeda dengan kalangan menengah yang dianggap mampu sehingga tidak mendapat bansos.

“Mereka tidak mendapat bantuan sosial (bansos) karena dianggap orang kaya. Bahkan datanya pun tidak ada di Kemensos. Kemudian dengan gaji mereka naik 6,5 persen, mereka berharap bisa mempertahankan daya beli mereka. Tapi begitu pajak 12 persen itu diberlakukan, maka 6,5 persen kenaikan UMP itu jadi ‘zonk’ buat mereka.” terang Achmad.

Achmad menilai, pemerintah seharusnya membantu masyarakat kelas menengah yang datanya tidak ada di Kemensos. Dengan menaikan pajak 12 persen disinyalir masyarakat kalangan menengah akan mengurangi daya beli, sehingga otomatis akan berdampak kepada sektor reel.

“Sebaiknya pemerintah menunda kenaikan pajak 12 persen bila ingin membantu Masyarakat. Dan memperpanjang bulan madu. Karena Pak Prabowo lagi bulan madu dengan rakyat. Jika memang tahun depan pajak dinaikan, maka diperlukan skema untuk membantu kelas menengah.” terang Achmad.

Kepastian PPN 12% Diumumkan Pekan Depan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat ditemui media, Jakarta, Selasa (3/12/2024). Menko Airlangga memberikan bocoran mengenai kenaikan PPN jadi 12%. (Ayu/Merdeka.com)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat ditemui media, Jakarta, Selasa (3/12/2024). Menko Airlangga memberikan bocoran mengenai kenaikan PPN jadi 12%. (Ayu/Merdeka.com)

Polemik kenaikan Pajak pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terus berlanjut. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah hampir pasti akan menunda kenaikan PPN tetapi kemudian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan PPN 12% tetap berlaku Januari 2025.

Lalu, kabar terbaru dibagikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia mengatakan bahwa pemerintah akan mengumumkan kebijakan fiskal pada pekan depan. Salah satu kebijakan yang dimaksud adalah PPN 12 persen.

"Kita membahas beberapa hal terkait fiskal yang dicoba dimatangkan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan," kata Airlangga kepada media, Jakarta, dikutip Rabu (4/12/2024).

Tak hanya itu, Airlangga mengaku pemerintah juga akan mengumumkan kebijakan fiskal lainnya terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang akan diberikan insentif.

"Contohnya kan di tahun ini kan ada PPnBM untuk otomotif, kemudian ada PPN untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan, seminggu nanti kita umumkan," jelas dia.

Bahkan, ia bilang akan ada insentif baru yang juga diumumkan pekan depan, salah satunya insentif untuk industri padat karya dan untuk revitalisasi permesinan. Menurutnya pemberian insentif ini akan memberikan nilai lebih agar industri padat karya mempunyai daya saing.

"Karena kalau dia tidak berdaya saing tentu akan kalah dengan industri yang baru berinvestasi. Karena industri padat karya baik itu di tingkat sepatu, furniture, kemudian garment itu kan yang baru juga banyak. Nah yang baru ini kan kebanyakan modal asing," terang dia.

Infografis

Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen
Infografis Plus Minus Kenaikan PPN 12 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya