Liputan6.com, Jakarta Agenda retreat kepala daerah di Magelang yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto disorot berbagai kalangan. Salah satunya Pengamat politik dan Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama.
Menurut dia, retreat tak lebih dari sekadar ajang silaturahmi atau koordinasi teknis strategi politik membangun hierarki kekuasaan baru.
Advertisement
Baca Juga
“Retreat ini mengisyaratkan nostalgia pada era Orde Baru, ketika kepala daerah hanya menjadi kepanjangan tangan Jakarta. Padahal, pemilihan langsung kepala daerah adalah capaian besar demokrasi pasca-Reformasi, yang menjamin kepala daerah bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada pusat,” ujar Virdika dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/2/2025).
Advertisement
Virdika menyorot, ada kontradiksi dalam langkah Prabowo. Sebagai presiden yang terpilih melalui pemilihan langsung, Prabowo justru terlihat mau menempatkan kepala daerah yang juga dipilih langsung oleh rakyat sebagai bawahannya.
“Dalam rezim pemilihan langsung, kepala daerah juga mendapat mandat rakyat yang setara dengan presiden meski hanya berbeda skala wilayah. Retreat semacam ini tidak hanya tidak relevan, tetapi juga berpotensi merusak sendi-sendi desentralisasi yang menjadi roh semangat Reformasi 1998,” kritik dia.
Virdika mengaitkan retreat dengan upaya membangun sentralisme birokratis. Retreat dinilai juga berisiko menjadi ritual legitimasi untuk normalisasi sentralisasi.
“Dengan mengumpulkan kepala daerah dalam forum tertutup, Presiden ingin menciptakan ilusi harmoni, padahal yang terjadi adalah pemaksaan kesepakatan,” kata Virdika.
Strategi Politik Jangka Panjang
Lebih rinci, dia menilai retreat bukan semata untuk kepentingan pembangunan daerah, melainkan strategi politik jangka panjang Prabowo untuk Pemilu 2029. Setidaknya ada tiga kemungkinan agenda di balik retreat ini.
“Pertama, memetakan mana kepala daerah yang bisa menjadi sekutu dan mana yang harus dinetralisasi. Kedua, membentuk mesin politik di tingkat daerah untuk mengamankan suara pada Pemilu 2029. Ketiga, meredam pkotensi oposisi daerah agar mereka tidak bersekutu dengan calon lain,” analisisnya.
Jika benar, Virdika ragu kepala daerah bukan lagi sekadar pejabat publik, tetapi bisa berperan sebagai operator politik bagi kepentingan elite pusat.
Advertisement
